KOMPAS.com - Seorang remaja Amerika Serikat, David Cripe, tiba-tiba pingsan di kelasnya pada siang 26 April 2017 lalu. Rekannya membawanya ke rumah sakit namun pada pukul 3.30 waktu setempat, tepat saat bel sekolah berbunyi, dia dinyatakan meninggal dunia.
Penuturan Gary Watts, pejabat setempat yang menyelidiki kematian Cripe, mengejutkan. Cripe tidak mati karena overdosis narkoba, juga bukan karena penyakit akut. Dia mati karena cafe latte, minuman bersoda, dan minuman berenergi.
Dalam rentang waktu dua jam, David meminum cafe latte dari McDonalds, minuman soda Mountain Dew, dan minuman berenergi ukuran 16 ounce. Sebab kematian Davis dinyatakan sebagai "gagal jantung yang dipicu oleh arrhythmia."
Apa iya kafein bisa membunuh? Watts kepada Washington Post, Selasa (16/5/2017), mengatakan, "Saya tidak bilang bahwa Anda akan mati karena minuman berenergi. Ini bukan soal kafein pada sistemnya, tetapi jumlah kafein yang ditenggaknya dalam waktu yang pendek yang kemudian memengaruhi kerja jantungnya."
Kasus David, walaupun terjadi di negeri seberang, bisa menjadi pelajaran bagi kita di Indonesia. Apalagi, kegemaran warga Indonesia akan kopi, teh, minuman berenergi serta banyak minuman berkafein lainnya sedang meningkat.
Dokumen Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkap, kafein memiliki efek berbeda pada tiap individu. Ada individu yang tahan terhadap dosis kafein tinggi, ada yang tidak. Karenanya, ada kasus orang berdebar-debar hanya karena minum setengah cangkir kopi.
Kafein akan diolah tubuh menjadi tiga senyawa dimetilxantin. Tiga jenis itu adalah paraxanthine yang menyebabkan energi tubuh seseorang meningkat setelah minum kafein, theobromine yang meningkatkan dilatasi pembuluh darah dan meningkatkan volume urine, dan teofilin yang melemaskan otot-otot polos bronki.
Waktu paruh (rentang waktu yang dibutuhkan untuk meluruhkan 50 persen) kafein adalah 4,9 jam. Pada wanita hamil, waktu paruhnya meningkat menjadi 9-11 jam. Pada wanita yang mengonsumsi pil KB waktu paruhnya adalah 5-10 jam.
Pada bayi dan remaja, waktu paruh kafein lebih lama dibanding orang dewasa sementara pada bayi yang baru lahir mencapai 30 jam. Kafein dapat terakumulasi berlebihan dapat memicu kerusakan hati yang berat, waktu paruhnya meningkat hingga 96 jam.
Metabolisme kafein juga dipengaruhi oleh genetik. Individu yang punya tipe enzim isozim tertentu bisa memetabolisme secara cepat sehingga kafein bisa segera dimanfaatkan. Sementara, individu dengan isozim tipe lainnya cenderung punya metabolisme yang lambat. Jadi, kafein cenderung terakumulasi dan berefek negatif.
Berdasarkan kemampuan metabolisme kafein itu, maka tiap jenis individu bakal punya rekomendasi batas konsumi kafein yang berbeda. Di Amerika, Food and Drugs Administration (FDA) mengajurkan anak dan remaja untuk tidak mengonsumsi kafein.