Mohon tunggu...
Kompas.com
Kompas.com Mohon Tunggu... Administrasi - Kompas.com

Kompas.com merupakan situs berita Indonesia terlengkap menyajikan berita politik, ekonomi, tekno, otomotif dan bola secara berimbang, akurat dan terpercaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dua Manuver di DPR Diduga Berupaya Lemahkan KPK

15 Maret 2017   09:45 Diperbarui: 16 Maret 2017   20:04 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo Komisi Pemberantasan Korupsi di Gedung Baru KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (22/2/2016).

Logo Komisi Pemberantasan Korupsi di Gedung Baru KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (22/2/2016).JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya sosialisasi revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan usulan pengajuan hak angket untuk menginvestigasi KPK dalam mengusut korupsi e-KTP mengundang sejumlah pertanyaan.

Pasalnya, dua hal tersebut muncul di saat persidangan kasus korupsi e-KTP berlangsung. Terlebih, dalam berkas dakwaan, sebanyak 51 legislator disebut menerima aliran dana korupsi yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.

Apalagi, ketua DPR saat ini, Setya Novanto, disebut berperan penting dalam merencanakan proyek dan pembagian aliran dana.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai keduanya ibarat aksi dan reaksi yang terjadi antara KPK dan DPR.

"Karena muncul bebarengan, sulit untuk menepis korelasi antara tiga hal itu. Kasus e-KTP diduga melibatkan deretan nama dari parlemen, bahkan ketuanya diduga terlibat," tutur Lucius melalui pesan singkat, Rabu (15/3/2017).

Kemunculan kembali wacana revisi UU KPK yang hampir bersamaan dengan persidangan kasus e-KTP dinilainya mustahil tanpa ada hubungan satu sama lain.

Sehingga, Lucius mengatakan bahwa tidak salah jika publik membaca upaya merevisi UU KPK dan usulan penggunaan hak angket kasus e-KTP sebagai bagian dari cara DPR "membela diri" terhadap "serangan" kasus E-KTP.

Hal mencurigakan lain bagi Lucius adalah, saat ini revisi UU KPK tidak masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2017.

Lucius pun menilai revisi UU KPK sarat dengan kepentingan untuk melemahkan KPK. Hal itu terlihat dengan wacana pembentukan Dewan Pengawas KPK yang ditunjuk Presiden dan keharusan bagi KPK meminta izin sebelum menyadap.

"Maklum saja, dengan dijadikannya DPR sebagai target KPK, situasi itu tak pelak membuat DPR menjadi tak nyaman dan selalu merasa terteror oleh KPK," ujar Lucius.

(Baca juga: Revisi UU KPK Kembali Mencuat setelah Ramai Kasus E-KTP, Ada Apa?)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun