JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana memasukkan anggota partai politik menjadi komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dilontarkan panitia khusus (Pansus) rancangan undang-undang Pemilu selepas kunjungan kerja dari Meksiko dan Jerman, menuai polemik. Penentangan gagasan itu datang dari berbagai elemen masyarakat.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) memulai petisi di laman Change.org untuk menolak partai politik di tubuh KPU. Petisi itu akan ditujukan kepada tiga pihak, Presiden Joko Widodo, Ketua dan Wakil DPR, dan Pansus RUU Pemilu.
Belum genap 24 jam, yakni 19 jam petisi itu bergulir, cukup banyak masyarakat yang memberikan dukungan. Hingga pukul 10.30 WIB, terdapat 1.225 pendukung petisi.
(Baca: "Direcoki" DPR, Netralitas KPU Kini di Ujung Tanduk)
Perludem menilai, ide memasukan partai ke dalam KPU akan merusak kemandirian dan netralitas KPU sebagai penyelenggara pemilu.
Pasal 22E ayat 5 Undang-undang Dasar 1945 menyebutkan, Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
"Jika dilacak dari risalah perdebatan amandemen UUD NRI 1945 tahun 2001, munculnya kata mandiri dimaksudkan untuk melepaskan KPU dari keanggotaan partai politik," tulis Perlukan dalam petisi tersebut.
(Baca: Usul KPU dari Parpol, Pansus DPR Dinilai Tak Belajar dari Pemilu 1999)
Perludem menilai, Pansus RUU Pemilu seakan tidak mempertimbangkan putusan Mahkamah Konstitusi pada Pada 4 Januari 2012 lalu terhadap uji materi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu.
Dalam putusannya, MK menyatakan calon komisioner KPU harus bebas dari keanggotaan partai politik minimal selama lima tahun.
Bila anggota partai ikut terlibat menjadi penyelenggara, Perludem menyebut terdapat potensi konflik kepentingan. Anggota KPU nantinya akan sibuk memenangkan kandidat dari parpol asalnya.