KOMPAS.com - Perusahaan ride hailing, Go-Jek berambisi memperluas bisnisnya di Asia Tenggara. Setelah Singapura dan Vietnam, Go-Jek menargetkan Filipina sebagai negara keempat di Asia Tenggara untuk ekspansi bisnis.
Sayangnya, rencana Go-Jek untuk mengaspal di jalanan Manila terganjal oleh regulasi bisnis transportasi setempat yang dikenal cukup ketat.
Otoritas transportasi Filipina (Land Transportation Franchising and Regulatory Board/LTFRB) menolak pengajuan Go-Jek di negaranya.
Penolakan pengajuan Go-Jek diterbitkan LTFRB melalui Resolusi No. 096 tertanggal 20 Desember 2018, yang menyatakan penolakan pengajuan Go-Jek melalui Velox Technology Philippines, sebagai perusahaan transportasi jaringan (Transport Network Company/TNC).
Menurut komite pra-akreditasi dari LTFRB, Velox Technology Philippines, entitas yang menaungi Go-Jek di Asia tenggara, sebagian besar pemilik sahamnya adalah orang luar Filipina.
Hal itu melanggar hukum setempat yang menuntut setidaknya 60 persen saham perusahaan dimiliki oleh individu atau entitas dari Filipina.
Baca juga: Go-Jek Diundang Masuk Filipina untuk Saingi Grab
Sementara itu, 99,99 persen dari pemodal Velox South-East Asia Holdings, diketahui adalah orang Singapura. Kepala komite pra-akreditasi LTFRB, Samuel Jardin mengonfirmasi kabar tersebut.
Ia mengatakan bahwa Velox masih bisa mengajukan banding atas keputusan yang telah ditetapkan.
Regulasi tersebut merupakan tindak lanjut setelah Lembaga Transportasi memberlakukan "Department Order" (DO) nomor 2017-011 pada bulan Juni 2018, yang memasukan layanan transportasi kendaraan jaringan (transportation network vehicle service/TNVS) sebagai transportasi umum yang diakui pemerintah.
Sebelumnya, dalam DO nomor 2015-011, di bawah pemerintahan Presiden Aquino, TNVS masih diijinkan karena mengakui layanan ride-hailing seperti Go-Jek sebagai "bentuk layanan transportasi baru" bukan transportasi umum.