Analis menyatakan, keberadaan pesawat pengintai Beijing itu merupakan bentuk respon mereka atas meningkatnya aktivitas Amerika Serikat (AS) di sana.
Mengirim pesawat militer ke seluruh kawasan menjadi sinyal bahwa China mengawasi dan bisa bertindak untuk melindungi kepentingan mereka di kawasan.
Profesor tamu di Universitas Nasional Pusan Ryo Hinata-Yamaguchi berkata, perilaku China adalah bagian dari strategi mereka mengembangkan pengaruh di Indo-Pasifik.
"Perundingan antara AS dengan Korea Utara (Korut) terkait denuklirisasi yang bisa saja kolaps tentu masuk ke dalam perhitungan mereka," ujarnya.
"Saya meyakini Korsel dan AS bakal kembali menggelar latihan perang skala besar jika perundingan dengan Korut gagal," lanjut Hinata-Yamaguchi.
Sementara Zhao Tong, peneliti Carnegie-Tsinghua Centre for Global Policy menuturkan Beijing mengantisipasi latihan AS-Korsel maupun modernisasi militer Jepang.
Baca juga: Pesawat Militer China Jatuh saat Latihan, 12 Tentara Tewas
Beijing, ujar Zhao, terutama mengkhawatirkan segitiga aliansi antara AS-Korsel-Jepang yang sering disebut sebagai NATO Asia tersebut.
Apalagi, pada 2016 Jepang dan Korsel menandatangani pakta intelijen militer. Kesepakatan yang dikritik China sebagai "mentalitas Perang Dingin" tersebut.
"Sebisa mungkin, China bakal menangkal formasi tersebut karena bisa mengancam strategi mereka di kawasan," tutur Hinata-Yamaguchi.
Sementara Zhao menjelaskan dengan menerbangkan pesawatnya ke Jepang, Negeri Panda bisa melihat apa saja aktivitas militer di sana.