Menurut dia, MA telah abai terhadap fakta bahwa Baiq Nuril merupakan korban pelecehan oleh atasannya atau Kepala Sekolah SMA 7 Mataram pada 2014.
Ia mengingatkan, hakim seharusnya terikat pada Peraturan MA (Perma) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perempuan yang berhadapan dengan Hukum.
"Lewat Pasal 3 Perma tersebut hakim wajib mengindentifikasi situasi perlakuan tidak setara yang diterima perempuan yang berhadapan dengan hukum. Hal ini jelas dialami oleh Baiq Nuril yang merupakan korban kekerasan seksual," demikian Emrus dalam petisi tersebut.
Baca juga: Komnas Perempuan Minta Kejaksaan Tunda Eksekusi Baiq Nuril
Ia juga menyoroti perbedaan putusan antara MA dan Pengadilan Negeri (PN) Mataram.
Putusan pengadilan tingkat pertama di PN Mataram menyatakan Baiq Nuril bebas dari seluruh tuntutan dan tidak bersalah atas tindakan penyebaran rekaman percakapan tersebut.
"Dalam persidangan, Majelis Hakim PN Mataram bahkan menyatakan bahwa unsur “tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dana/atau dokumen elektronik” tidak terbukti sebab bukan ia yang melakukan penyebaran tersebut, melainkan pihak lain," kata dia.
Oleh karena itu, petisi tersebut menagih komitmen Jokowi soal perlindungan hukum, termasuk bagi kaum perempuan, dengan memberikan amnesti.
"Atas dasar tindakan kriminalisasi tanpa dasar ini, maka dari itu kami memetisi Presiden Joko Widodo untuk menyelamatkan Baiq Nuril dari jerat pidana dengan segera memberikan amnesti terhadap yang bersangkutan," tulis Emrus.
Baca juga: Amnesti Presiden Tak Hanya untuk Nuril, tetapi Semua Perempuan di Indonesia
Hingga Selasa (20/11/2018) pukul 06.15 WIB, petisi tersebut telah ditandatangani oleh lebih dari 125.000 warganet.