JAKARTA, KOMPAS.com - Proses hukum terhadap salah satu penyebar hoaks berupa foto syur Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie kemungkinan tetap berjalan. Meskipun, salah satu terlapor, Topan Pratama, telah meminta maaf.
Kuasa Hukum PSI Muannas Al-Aidid menuturkan, penghentian kasus karena permintaan maaf hanya untuk laporan berbasis delik aduan.
"Proses hukum terhadap orang yang minta maaf itu ketentuannya jelas, proses hukum tidak serta merta mencabut. Kecuali kalau memang itu delik aduan," jelas Muannas di Kantor DPP PSI, Jakarta Pusat, Senin (19/11/2018).
Baca juga: Penyebar Hoaks Foto Syur Ketum PSI Minta Maaf
Terkait kasus tersebut, PSI melaporkan ketujuh terlapor dengan dugaan ujaran kebencian atas SARA dan pencemaran nama baik dengan Pasal 27 dan 28 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Selain itu, Pasal 4 Jo Pasal 29 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi kepada pelaku.
Muannas menjelaskan, dari pasal-pasal tersebut, hanya pasal 27 UU ITE yang berbasis delik aduan. Untuk itu, pelaporan terhadap Topan dipastikan akan dicabut oleh mereka.
"Kalau untuk delik aduan sudah pasti dicabut karena sis Grace sebagai korban langsung dalam proses itu bisa memaafkan, bisa selesai," terang dia.
Sementara untuk pasal lainnya yang merupakan delik biasa, Muannas mengatakan, proses hukum untuk Topan akan terus berjalan.
Muannas menegaskan, proses hukum bertujuan memberi efek jera kepada pelaku, bukan sebagai bentuk balas dendam.
"Kalau delik biasa itu kalaupun korbannya (tidak) melaporkan tetap bisa diproses. Itu konsekuensi hukumnya," jelas dia.