BONDOWOSO, KOMPAS.com - Gempa magnitudo 7,4 yang disertai tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, masih menyisakan trauma mendalam, terutama bagi korban selamat.
Salah satunya, atlet Paralayang, Wahyudi Widodo, warga Kelurahan Sekarputih, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur.
Kepada Kompas.com, Wahyudi menceritakan, ia tiba di Palu pada Senin (24/9/2018) sore.
“Baru keesokan harinya, saya dan rekan-rekan mulai ikut kompetisi Indonesia Open Paragliding Palu Nomoni,” ungkapnya, Selasa (2/10/2018).
Menurut dia, kompetisi tersebut seharusnya berakhir pada Minggu (30/9/2018). Namun, Jumat (28/9/2018), terjadi gempa begitu besar yang mengguncang wilayah Palu.
“Waktu itu saya menginap di homestay, dan sebagian atlet ada yang menginap di Hotel Roa Roa yang runtuh akibat gempa. Awalnya, saya juga mau menginap di situ, tapi tidak jadi,” tambahnya.
Saat terjadi gempa, Wahyudi mengaku sedang beristirahat di kamar.
“Gempanya sangat kuat, akhirnya saya lari keluar dari tempat penginapan. Guncangannya sangat dahsyat, untuk berdiri saja susah. Saat di luar, saya dengan teman-teman sempat saling berpegangan melingkar, namun kami terjatuh,” kenangnya.
Baca juga: Kemendes PDTT Kucurkan Dana Rp 15 Miliar Untuk Korban Gempa Palu
Dia menambahkan, kondisi saat itu cukup mencekam, sebab listrik mati, sinyal telepon juga hilang, dan warga berhamburan sambil berlarian, karena mengira ada tsunami.
“Akhirnya kami juga menyelamatkan diri, menuju ke tempat yang lebih tinggi. Saya dan teman-teman tidak ada yang paham lokasi, akhirnya ikut arus masyarakat saja, mencari tempat yang lebih tinggi,” kenangnya.