JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Kehormatan Golkar Akbar Tandjung menilai pro dan kontra dua kelompok yang menggaungkan tagar #2019gantipresiden dan #2019tetapjokowi adalah dinamika yang wajar dalam demokrasi.
Yang jelas, kata mantan Ketua DPR ini, ganti presiden bisa dilakukan melalui prosedur yang demokratis yaitu pemilihan umum.
“Solah-olah (gerakan #2019GantiPresiden) fokus akan mengganti presiden atau arahnya mengganti presiden. Artinya mengganti presiden adalah mengganti presiden lama, tapi kan masih ada kesempatan secara konstitusional. Masih bisa menjadi presiden kalau seandainya terpilih,” kata Akbar saat ditemui di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Kamis (6/9/2019).
Baca juga: Kata Wakapolri soal Penertiban Deklarasi #2019GantiPresiden
Ia mengingatkan, pemilu merupakan salah satu ukuran kematangan demokrasi sebuah bangsa untuk kepentingan estafet kekuasaan, baik eksekutif maupun legislatif.
“Kalau saya melihat dalam konteks pilpres memang kan akan mengganti presiden. Bagaimana formalnya memilih presiden yang baru, bisa ada kemungkinan presiden yang lama terpilih kembali, tapi juga presiden yang baru. Bagaimana proses penggantiannya, ya melalui pemilu,” kata Akbar.
Baca juga: Mahfud MD: Ada yang Nekat Mengatakan #2019GantiPresiden Makar, di Mana Makarnya?
Akbar berharap, elite politik dan masyarakat mengikuti tahapan demokrasi sesuai UU.
“Saya pikir proses atau agenda pemilu 5 tahunan sudah menjadikan agenda yang melembaga selama lima tahunan. Tidak perlu membesar-besarkan hanya ingin mengganti presiden,” kata Akbar.