JAKARTA, KOMPAS.com — Uji materi UU Pemilu tentang Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden oleh Partai Perindo dinilai akan berdampak buruk bagi kehidupan bernegara di Indonesia. Jika uji materi itu dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK), masa jabatan seorang presiden dan wakil presiden menjadi tidak terbatas.
"Ini bertentangan dengan semangat konstitusi kita untuk membatasi kekuasaan dan rotasi pada elite politik yang memimpin negara," kata pengajar Departemen Politik FISIP Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi, saat dihubungi, Senin (23/7/2018). Â
Perindo sebelumnya menggugat syarat menjadi presiden dan wapres dalam Pasal 169 huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Menurut Perindo, pasal itu bertentangan dengan Pasal 7 UUD 1945.
Baca juga: Ketum Golkar Hormati Kalla Terkait Uji Materi Masa Jabatan Cawapres
Perindo meminta aturan yang membatasi masa jabatan presiden dan wapres maksimal dua periode tersebut hanya berlaku apabila presiden dan wapres itu menjabat secara berturut-turut.
Dengan begitu, Jusuf Kalla yang sudah dua kali menjadi wapres namun tidak berturut-turut bisa kembali mencalonkan diri sebagai wapres di Pilpres 2019. Belakangan, Kalla juga mengajukan diri sebagai pihak terkait terhadap uji materi yang diajukan Perindo itu.
Namun, Airlangga menekankan, apabila dikabulkan oleh MK, maka uji materi itu tidak akan berdampak pada JK seorang, melainkan pada seluruh tatanan demokrasi di Indonesia.
Baca juga: Jika Menang di MK, Perindo Ajukan JK Jadi Cawapres Jokowi
"Apabila ini terjadi, maka bisa jadi kemungkinan bahwa figur lain seperti SBY misalnya akan maju lagi," ujar Airlangga.
Pada akhirnya, kata dia, apabila dikabulkan, uji materi ini akan berdampak buruk dalam proses regenerasi politik di Indonesia. Nantinya, politisi-politisi muda dan berbakat akan sulit muncul di masyarakat karena masih banyaknya politisi senior.
"Padahal, saat ini kita membutuhkan wajah-wajah segar baru dalam panggung politik bernegara," kata CEO The Initiative Institute ini.