JAKARTA, KOMPAS.com - Atas alasan belum terpenuhinya standar keselamatan penerbangan, Uni Eropa melalui European Commission melarang seluruh maskapai asal Indonesia terbang ke Eropa pada 2007 silam.
Setelah seluruh maskapai dilarang, pemerintah bersama maskapai secara bertahap meningkatkan standar keselamatan hingga larangan itu dicabut sepenuhnya pada 14 Juni 2018.
Upaya bersama itu menghasilkan buah positif. Pada 2009, Uni Eropa mencabut larangan terbang bagi beberapa maskapai, yaitu Garuda Indonesia, Mandala Air, Airfast, dan PremiAir.
Pencabutan larangan terbang dilanjutkan pada 2010 untuk Indonesia AirAsia dan Batavia Air; lalu 2011 untuk perusahaan penerbangan kargo PT Cardig, PT Air Maleo, Asia Link, dan Republik Express; dan 2016 untuk Batik Air, Citilink, dan Lion Air.
Bila dilihat menyeluruh, butuh waktu satu dekade untuk membebaskan 7 maskapai utama Indonesia (Garuda Indonesia, Airfast, PremiAir, Indonesia AirAsia, Citilink, Batik Air, dan Lion Air) dari larangan terbang ke Eropa.
Hanya berselang setahun, Uni Eropa juga membebaskan total 55 maskapai lain dari larangan tersebut.
(Baca: Eropa Resmi Cabut Larangan Terbang Seluruh Maskapai Asal Indonesia)
Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Agus Santoso, perbaikan yang dilakukan salah satunya menjadikan pemerintah sebagai motor atau regulator.
Dengan begitu, maskapai yang merupakan operator harus memenuhi standar yang diberlakukan regulator atau pemerintah.
"Komandannya adalah regulator, operator mengikuti regulasi yang sudah ditetapkan, sehingga semua aspek bisa dipenuhi. Begitu regulator dipercaya, maka operatornya juga bisa dipercaya," kata Agus, Jumat (15/6/2018).
Diplomasi permen