JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-undang (RUU) No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Arsul Sani, mengungkapkan, ada dua rencana skema pelibatan TNI yang berkembang dalam pembahasan.
Ia mengatakan, pelibatan TNI bisa dilakukan dengan basis peristiwa di mana Polri tak memiliki keahlian untuk menanganinya.
Arsul mencontohkan, TNI bisa dilibatkan dalam pemberantasan terorisme pada peristiwa pembajakan kapal laut dan pesawat.
Baca juga: RUU Antiterorisme: dari Pasal Guantanamo sampai Tantangan HAM
Kedua, TNI bisa dilibatkan dalam pemberantasan terorisme berdasarkan skala ancaman yang terjadi.
Hal itu, kata Arsul, bisa dibahas dalam peraturan presiden (Perpres) setelah Undang-undang Antiterorisme yang baru disahkan.
Dalam membuat Perpres pelibatan TNI, nantinya pemerintah akan berkonsultasi dengan DPR.
"Dalam Perpres itu nanti jelas, peristiwa terorisme seperti apa yang diminta TNI (menangani). Atau berbasis skala ancaman," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/5/2018).
Baca juga: JK Sebut Definisi Terorisme Hal Sederhana yang Tak Usah Diperdebatkan
Ia mencontohkan, dalam aksi terorisme dengan pembajakan kapal, di mana kapal bergerak ke arah luar wilayah kedaulatan negara, maka di situ jelas menjadi kewenangan TNI untuk menindak.
Arsul menambahkan, dengan kelengkapan Perpres terkait pelibatan TNI, maka jika ada aksi terorisme yang genting dengan skala ancaman yang tinggi, maka TNI bisa langsung diturunkan tanpa Presiden perlu berkonsultasi dengan DPR.