KOMPAS.com - Setiap tahun, tanggal 1 Mei, diperingati sebagai Hari Buruh Internasional atau sering disebut May Day. Seperti tahun-tahun sebelumnya, para buruh di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia, merayakannya dengan melakukan aksi damai di berbagai kota.
Sejak Selasa (30/4/2018) pagi tadi, itulah yang juga terjadi di Indonesia. Titik pusat aksi sebagaimana biasa adalah Ibu Kota Republik Indonesia, Jakarta.
Seperti pada setiap perayaan May Day, selalu ada sejumlah tuntutan para buruh, termasuk mereka yang tergabung dalam Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI) maupun Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Tuntutannya juga beragam, namun punya satu tujuan sama, yakni menyejahterahkan kaum buruh di negeri ini lewat penyampaian aspirasi secara damai.
Lewat tulisan ini, saya sendiri menaruh harapan sangat besar semoga peringatan May Day ini tidak menjadi alat politik praktis untuk menggoyang kepentingan salah satu pihak.
Seharusnya, kita semua bisa memanfaatkan momentum kali ini sebagai stimulus untuk bisa saling berkontribusi membantu proses memperbaiki ekonomi Indonesia yang tengah dibelit banyak persoalan krusial berupa melemahnya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat serta persoalan perekonomian nasional lainnya yang perlu diatasi.
Sejarah
Menilik sejarahnya, peringatan May Day tidak lahir begitu saja. Hari Buruh hadir melalui perjuangan keras para buruh di Negeri Paman Sam, Amerika Serikat, akibat ketertindasan.
Setelah melalui pelbagai aksi unjuk rasa menuntut keadilan, Kongres Sosialis Dunia yang diselenggarakan di Paris, Perancis, menetapkan 1 Mei sebagai hari buruh sedunia.
Lantas, bagaimana dengan Indonesia?
May Day mulai diperingati pada 1920. Setelah sempat meredup pada era Orde Baru, peringatan Hari Buruh Internasional kembali semarak selepas Reformasi 1998.
Puncaknya pada 29 Juli 2013, yakni ketika Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono resmi menandatangani Peraturan Presiden yang menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional.