JAKARTA, KOMPAS.com - Berawal dari polemik yang di tengah masyarakat tentang proyek reklamasi di Teluk Jakarta, polisi kemudian menyelidiki duduk perkara dan persoalan terkait reklamasi itu. Polisi menggali data untuk menemukan kebenaran proses pengerjaan reklamasi tersebut.
Penyelidikan mengenai ada atau tidaknya unsur pidana dilakukan penyidik Sub Direktorat Sumber Daya Lingkungan Direktorat Kriminal Khusus (Subdit Sumdaling Direskrimsus) Polda Metro Jaya.
Pada 12 Oktober 2017 polisi mulai selidiki data reklamasi. Beberapa saat penyelidikan berlangsung polisi mengutarakan dugaan korupsi nilai jual objek pajak (NJOP) dalam megaproyek ini.
Baca juga : Tak Ada di RPJMD, Anies Sebut Reklamasi Tak Menjadi Rencana Kerjanya
Pada November 2017 penyelidikan ditingkatkan menjadi penyidikan. Saat itu polisi menyebut sekitar 30 orang saksi diperiksa yang berasal dari berbagai pihak yang terkait dengan pengerjaan proyek yang dibangun sejak zaman pemerintahan mantan gubernur DKI Fauzi Bowo tersebut.
Saat itu Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta Edi Sumantri, Kepala Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Dwi Haryantono, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Andri Yansah, dan Kepala Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan Pemprov DKI Jakarta Benni Agus Candra pun tak luput dari pemeriksaan.
Tak hanya mengenai dugaan korupsi NJOP, polisi juga menyelidiki dugaan penyalahgunaan wewenang pada kasus ini. Polisi menyebut telah memeriksa pemimpin-pemimpin Jakarta yang masih bersinggungan dengan pelaksanaan proyek, termasuk Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Baca juga : Polisi Sudah Periksa Luhut dan Susi Terkait Reklamasi Teluk Jakarta
Lama tak terdengar perkembangan kasusnya, polisi ternyata telah memeriksa empat orang menteri.
Mereka adalah Menteri Agraria dan Tata Ruang yang juga Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Maritim) Luhut B Panjaitan, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.