Wakil Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Ahmad Basarah menilai pernyataan terdakwa kasus korupsi e-KTP Setya Novanto merupakan strategi agar mantan ketua DPR itu lolos dari jeratan hukum.
 Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Novanto menyebut ada uang hasil korupsi e-KTP yang mengalir kepada dua politisi PDI Perjuangan Puan Maharani dan Pramono Anung.
 Basarah memandang pernyataan tersebut bertujuan untuk membuat majelis hakim dan penuntut umum tidak fokus untuk membuktikan kesalahan Novanto.
 "Kredibilitas seseorang yang memberikan keterangan di Pengadilan juga sangat mempengaruhi bobot kebenaran keterangan yang diberikannya," ujar Basarah melalui keterangan tertulis, Kamis (22/3/2018).
Baca juga : Menurut Hakim, Novanto Setengah Hati Ungkap Kasus E-KTP
 Selama ini, lanjut Basarah, Setya Novanto adalah orang yang dikategorikan tidak kooperatif dalam menghadapi kasus hukum yang menimpanya.
 Ia menyinggung sikap Novanto yang menghambat penuntasan kasus, mulai dari mangkir memenuhi panggilan KPK, masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) hingga sampai memberikan keterangan yang berbelit-belit dalam persidangan.
 Selain itu, kata Basarah, Novanto juga tidak mengakui melakukan tindak pidana yang didakwakan dan justru mengajukanjustice collaborator (JC).
 "Dan yang lebih aneh adalah tidak mengakui melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya namun justru mengajukan justice collaborator," tuturnya.
Baca juga : Pramono Anung: Terus Terang, Novanto Beberapa Kali Minta Tolong kepada Saya
 "Kredibilitas terdakwa yang demikian tentu akan menyebabkan keterangan yang diberikannya di persidangan termasuk tiba-tiba menyebut pihak lain menerima aliran dana hanyalah bagian strategi untuk lolos dari jerat hukum dan mengaburkan perkara yang menjeratnya," kata Basarah.