Kementerian Dalam Negeri bersama dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) sebelumnya menandatangani kesepakatan bersama dalam penanganan aduan korupsi di daerah.
Dalam kesempatan itu, Kabareskrim mengungkapkan, oknum pejabat pemerintahan daerah yang terindikasi melakukan korupsi bisa dihentikan perkaranya jika mengembalikan uang yang dikorupsinya.
"Kalau masih penyelidikan kemudian si tersangka mengembalikan uangnya, kami lihat mungkin persoalan ini tidak kita lanjutkan ke penyidikan," kata Ari di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (28/2/2018).
(Baca juga : Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan)
Namun demikian, penghentian perkara dilakukan sesuai dengan mekanisme yang telah disepakati. Polri atau Kejaksaan Agung terlebih dahulu berkoordinasi dengan APIP untuk melakukan penelitian di internal pemerintahan daerah yang terindikasi korupsi.
Jika APIP hanya menemukan indikasi pelanggaran administrasi maka akan ditangani di internal kelembagaan.
Sebaliknya, apabila ditemukan unsur tindak pidana, maka aparat hukum menindaklanjutinya.
"Kalau memang itu pelanggaran administrasi, akan ditindaklanjuti oleh APIP. Kalau memang tindak pidana, APIP akan menyerahkan ke APH, apakah itu nanti Kejaksaan atau Kepolisian," ujar Ari.
(Baca juga : PSHK: Pengembalian Uang Korupsi Tak Bisa Hilangkan Pidana)
Namun demikian, kata dia, oknum pejabat daerah yang terindikasi melakukan tindak pidana korupsi dan berniat mengembalikan uang negara yang dikorupsi, maka Polri atau Kejagung bisa mempertimbangkan penghentian perkara yang bersangkutan.
Pernyataan Kabareskrim tersebut dikritik berbagai pihak. Wacana itu dianggap bertentangan dengan UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).