JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara Jootje Sampaleng mengatakan, dalam memori peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ke Mahkamah Agung, terdapat sejumlah alasan PK tersebut diajukan.
Jootje mengatakan, kuasa hukum Ahok membandingkan putusan vonis penjara yang dijatuhkan majelis hakim terhadap Buni Yani di Pengadilan Negeri Bandung dengan vonis yang diberikan kepada Ahok. Buni Yani divonis 1,5 tahun karena dianggap melanggar UU ITE.
Majelis hakim menilai Buni Yani secara sah dan terbukti melakukan pemotongan video Ahok di Kepulauan Seribu. Akibat video itu Ahok melalui proses persidangan dan dinyatakan bersalah. Ahok divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim.
"Nah, jadi dia membandingkan dengan perkara Buni Yani yang telah diputus," ujar Jootje saat ditemui di PN Jakarta Utara, Rabu (21/2/2018).
Baca juga : Buni Yani Divonis 1,5 Tahun Penjara
 PK yang diajukan kuasa hukum Ahok juga beralasan bahwa majelis hakim khilaf atau keliru dalam pengambilan keputusan.
"Alasan hukum dia menggunakan Pasal 263 ayat 2 KUHAP yaitu ada kekhilafan hakim atau ada kekeliruan yang nyata. Nah, kalau bagian ada keadaan baru bisa mengatakan soal Buni Yani dan lain sebagainha," ujar Jootje.
"Padahal keadaan baru (bisa) menyangkut terdakwa saat menghadapi sidang atau ada yang berhubungan dengan perkara itu," kata Jootje.
Baca juga : Kuasa Hukum Sebut Ahok Sudah Tahu Buni Yani Divonis 1,5 Tahun Penjara
 Secara terpisah, kuasa hukum Ahok, Josefina Agatha Syukur enggan mengungkapkan alasan PK yang diajukan Ahok ke MA.
 Ahok akan memulai persidangan Peninjauan Kembali atas vonis yang diterimanya pada kasus penodaan agama pada Senin, 26 Februari 2018. PK diajukan pada 2 Februari 2018.