SEMARANG, KOMPAS.com – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo merasa diadu domba seusai memberi kesaksian dalam kasus sidang korupsi pengadaan e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (8/2/2018).
Ia merasa, adu domba itu muncul melalui pemberitaan media massa yang seolah membenturkan dirinya dengan eks Ketua Fraksi PDI-P Puan Maharani dan Yasona Laoly.
“Padahal saya tidak pernah menyebut nama-nama itu sama sekali. Mungkin besok saya dibenturkan lagi dengan yang lain” kata Ganjar di rumah dinasnya, Jumat (9/2/2018) petang kemarin.
Pria berambut putih ini merasa pemberitaan itu bertujuan untuk membuat internal PDI-P menjadi tidak solid. Hal itu dikhawatirkan berimbas konsolidasi internal di Pilkada Jateng 2018 ini.
Namun Ganjar memastikan partainya solid dan tidak terpancing dengan wacana yang dihembuskan. Ia juga yakin hal itu tidak mempengaruhi mesin pemenangan partai.
(Baca juga: Ganjar, Setya Novanto, dan Pesan Jangan Galak-galak)
“Saya sudah komunikasi dengan pimpinan partai dan semua sepakat bahwa serangan mulai gencar, tidak boleh lengah,” paparnya.
Untuk diketahui, Ganjar kembali dihadirkan menjadi saksi dalam sidang dugaan korupsi pengadaan e-KTP. Pada Kamis (8/2/2018) lalu, ia bersaksi untuk mantan ketua DPR RI Setya Novanto.
Dalam persidangan, Ganjar menceritakan soal pertemuannya dengan Setya Novanto di Bandara Ngurah Rai, Denpasar Bali, pada sekitar 2010-2011. Menurut Ganjar, saat itu Novanto menyampaikan pesan khusus terkait proyek e-KTP.
"Dia bilang 'sudah selesai, jangan galak-galak'," ujar Ganjar.
Di akhir keterangan Ganjar, Novanto giliran memberikan tanggapan. Novanto menjelaskan bahwa ada empat orang yang melaporkan kepadanya perihal penyerahan uang kepada Ganjar Pranowo.