JAKARTA, KOMPAS.com - DPR dan pemerintah menyepakati pasal mengenai korupsi di sektor swasta diatur dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
 Dengan demikian, korupsi yang terjadi di sektor swasta bisa dijerat sanksi pidana.
Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter berpendapat, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap harus dilibatkan dalam penanganan kasus korupsi di sektor swasta.
 "KPK harusnya juga bisa tetap masuk kualifikasi apgakum (aparat penegak hukum) yang bisa menyidik delik tipikor di RKUHP. KPK juga memiliki kewenangan untuk menindak perkara korupsi yang diatur di RKUHP," ujar Lalola, saat dihubungi, Minggu (21/1/2018).
Lalola mengatakan, KPK sebagai satu lembaga independen harus mengawal proses pemberantasan korupsi.
Baca juga: DPR: Korupsi di Sektor Swasta Hanya Bisa Ditangani Polisi dan Jaksa
Hal itu sejalan dengan fungsi KPK sebagai lembaga supervisi dan koordinasi.
Oleh karena itu, ia menilai, RKUHP cukup mengatur delik korupsi di sektor swasta secara umum.
Sementara, ketentuan lebih detil diatur dalam Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"KUHP cukup mengatur bentuk umum. Biar pengaturan yang lebih rinci tetap bisa diakomodasi di UU Tipikor, lewat revisi juga nantinya," kata dia.
Baca: KPK: Keliru jika Korupsi Sektor Swasta Hanya Ditangani Polisi dan Jaksa