KOMPAS.com - Pangeran Arab Alwaleed bin Talal, salah satu orang terkaya di dunia, ditangkap Sabtu malam (4/11/2017) waktu setempat oleh kepolisian Arab Saudi.
Penangkapan terhadap Pangeran Alwaleed ini merupakan bagian dari pemberantasan korupsi yang digaungkan Putra Mahkota Mohammed bin Salman, bersama 10 pangeran Arab lainnya, empat mantan menteri, dan belasan menteri lain.
Pangeran Alwaleed merupakan miliuner terkaya ke-45 tahun 2017 versi majalah Forbes dengan estimasi kekayaan yang dimiliki sebesar 17,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 232 triliun.
Dilansir KompasTekno dari Gizmodo pada Senin (6/11/2017), 95 persen sahamnya diinvestasikan di Kingdom Holding yang merupakan perusahaan pemegang saham yang berbasis di Riyadh.
Ia termasuk investor besar di beberapa firma termasuk Citigroup, Euro Disney, Apple, Twitter, 21st Century Fox, dan Lyft.
Sebesar 300 juta dollar AS atau Rp 4 triliun ditanamkan Pangeran Alwaleed di Twitter pada tahun 2011 dan naik 5,1 persen pada tahun 2015. Kemudian Ia menurunkan sahamnya di Twitter yang kini tinggal 4,9 persen.
Baca juga : Melihat Gerbang Batu Misterius di Arab Saudi lewat Google Earth
Di perusahaan Apple, Pangeran Alwaleed cukup lama menginvestasikan sahamnya. Â Sejak tahun 1997, saat Apple masih mencoba untuk bangkit, ia memiliki saham sebesar 6,23 juta dollar AS (sekitar Rp 84 miliar) atau 5 persen kala itu dan melanjutkannya hingga saat ini sebesar 900 miliar dollar AS atau sekitar Rp 12.000 triliun.
Pangeran Alwaleed juga memiliki 2,5 persen saham di perusahaan retail online JD.com, dan 150 juta dollar AS atau sekitar Rp 2 triliun di perusahaan transportasi asal San Fransisco, Lyft. Ia pun diperkirakan memiliki investasi di beberapa hotel, seperti The Plaza di New York, Savoy Hotel di London, dan George V di Paris.
Raja Salman bin Abdulaziz telah mengeluarkan dekrit untuk membentuk formasi antikorupsi yang dipimpin putra mahkota sekaligus ahli waris kerjaan Arab, Mohammed bin Salman.
Kepala Investasi TrendMacro, Donald Luskin menjelaskan, penangkapan Pangeran Alwaleed akan berisiko mengakibatkan kerusuhan politik dan ketidakstabilan di Arab Saudi.