Mohon tunggu...
Kompas.com
Kompas.com Mohon Tunggu... Administrasi - Kompas.com

Kompas.com merupakan situs berita Indonesia terlengkap menyajikan berita politik, ekonomi, tekno, otomotif dan bola secara berimbang, akurat dan terpercaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bukti Ramalan Einstein Seabad Lalu Raih Nobel Fisika 2017

4 Oktober 2017   07:14 Diperbarui: 4 Oktober 2017   07:29 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pembuktian gelombang gravitasi dari pengamatan terhadap dua lubang hitam.

Ilustrasi pembuktian gelombang gravitasi dari pengamatan terhadap dua lubang hitam.
GELOMBANG GRAVITASI.
Seabad lalu, Albert Einstein menyatakan keberadaan gelombang gravitasi di semesta. Waktu itu, pernyataan Einstein dianggap tak lebih dari omong kosong, senasib dengan ramalan lain Einstein yang semula dianggap angin lalu.

Namun, kalangan ilmuwan untuk kesekian kali harus angkat topi bagi Einstein. Tepatnya pada 2015, rumor menggelegak bahwa teori gelombang gravitasi mulai terbukti. Ketika rumor ini benar-benar menjadi nyata, kalangan ilmuwan pun gempar.

Pada 14 September 2015, untuk pertama kalinya keberadaan gelombang gravitasi dapat dibuktikan. Para ilmuwan menyebutnya sebagai "kicauan" semesta, sekalipun gelombang gravitasi bukanlah gelombang suara.

(Baca juga: Jagat Raya "Berkicau" dan Kejeniusan Einstein Pun Sekali Lagi Terbukti)

Penemuan itu pun sontak mencuat sebagai kandidat kuat penerima Nobel Fisika 2016. Namun, proyeksi kalangan ilmiah tersebut luput, karena Nobel Fisika 2016 diberikan untuk pembuktian keberadaan materi eksotis yang revolusioner untuk dunia elektronika dan ilmu material.

(Baca juga:Riset "Materi Eksotis" Membawa Tiga Ilmuwan Meraih Nobel Fisika 2016)

Barulah pada 2017, Nobel Fisika dianugerahkan kepada para penemu keberadaan gelombang gravitasi seperti yang sudah diramalkan Einstein pada 1916. Peraih Nobel Fisika 2017 diumumkan pada Selasa (3/10/2017) di Swedia.

Penerima Nobel Fisika 2017 adalah tiga peneliti Laser Interferometer Gravitational-Wave Observatory (LIGO), yaitu Rainer Weiss, Barry C Barish, dan Kip S Thorne.


Sebentar, apa sih gelombang gravitasi ini? Apa pula pengaruhnya buat penduduk Bumi?

Pada 1916, Einstein menyatakan semesta sejatinya ibarat kain empat dimensi. Hipotesa ini masih satu “paket” dalam teori relativitas umum Einsten, teori yang sudah lebih awal dikenal luas tetapi pembuktian setiap detailnya butuh waktu berdekade-dekade.

Gelombang gravitasi dalam teori tersebut digambarkan sebagai kerutan-kerutan yang muncul karena keberadaan benda yang melintasi kain empat dimensi itu. Andai kerutan ini dikonversi jadi suara, wujudnya kurang lebih serupa bunyi kresek-kresek alias noise yang biasa muncul saat pencarian gelombang radio.

Pemicu gelombang gravitasi ini adalah sembarang obyek di alam semesta yang mengalami perubahan kecepatan atau arah. Besar gelombang yang dihasilkan dari perubahan itu bervariasi, tergantung dari ukuran obyek pemicunya.

(Baca juga: Kicauan Jagat Raya Bukti Gelombang Gravitasi, Apa dan Bagaimana Menemukannya?)

Karena Bumi juga bergerak mengelilingi matahari dengan kecepatan dan arah yang bervariasi sekalipun konstan, Bumi pun menghasilkan gelombang gravitasi ini.

Keberadaan gelombang gravitasi yang terjadi ketika obyek dengan bobot massa tertentu bergerak dengan variasi kecepatan dan arah tertentu akan membuat “jarak” di antara obyek itu dan benda lain di semesta pun menjadi relatif—bisa mengerut dan melar.

Pada 2016, Pilled Higher and Deeper (PHD) Comics mencoba membantu kalangan awam memahami gelombang gravitasi ini dengan membuat video animasi. Mereka mengibaratkan semesta seperti selembar alas karet untuk lebih memudahkan penggambaran peristiwa dan efek gelombang gravitasi tersebut.


Dalam penelitiannya, para penerima Nobel Fisika 2017 mengamati gelombang gravitasi yang dihasilkan oleh dua lubang hitam (black hole) yang masing-masing berukuran 36 kali dan 29 kali massa matahari.

Dari waktu ke waktu, kedua lubang hitam ini ternyata saling mendekat, dengan kecepatan putar terhadap satu sama lain terus berubah pula. Setelah sekian waktu, kedua lubang hitam ini akhirnya menyatu, menghasilkan lubang hitam baru berukuran 62 kali massa matahari.

Penyatuan dua lubang hitam itu berdasarkan hitungan fisika seharusnya menghasilkan ukuran lubang hitam baru sebesar 65 massa matahari. Selisih 3 kali massa matahari tersebut merupakan besaran energi gelombang gravitasi dari pergerakan relatif kedua lubang hitam yang kemudian menyatu itu.

(Baca juga: Kicauan Jagat Raya Terdengar! Einstein Benar, Gelombang Gravitasi Memang Ada)

Sebelumnya, Einstein menyatakan teori relativitas umum sebagai “perbaikan” atas hukum gravitasi Newton. “Perbaikan” itu berbekal teori Einstein yang sudah lebih dulu muncul, yaitu teori relativitas khusus. Dalam teori relativitas umum, gravitasi bukan lagi dilihat sebagai gaya melainkan manifestasi dari kelengkungan ruang dan waktu.

Dari situlah penggambaran Einstein mengenai semesta ibarat kain empat dimensi berasal. Kelengkungan ruang waktu, kata Einstein, berhubungan langsung dengan empat momentum—energi massa dan momentum linear—dari materi atau radiasi apa pun. Wujud teori relativitas umum Einstein ini lalu digambarkan sebagai persamaan medan Einstein.

Teori relativitas umum Einstein antara lain berdampak pada prediksi relativitas waktu, geometri ruang, gerak benda saat jatuh bebas, dan perambatan cahaya. Hingga saat ini, teori relativitas umum Einstein masih terus menjadi bahan penelitian para pakar fisika, terutama terkait pengembangan lebih lanjut teori gravitasi kuantum.

Tantangan pembuktian teori relativitas umum banyak berkorelasi dengan pemahaman soal semesta. Selain soal gelombang gravitasi, teori tersebut memprediksi pula keberadaan lubang hitam yang mendistorsi ruang, waktu, dan bahkan cahaya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun