Mohon tunggu...
Kompas.com
Kompas.com Mohon Tunggu... Administrasi - Kompas.com

Kompas.com merupakan situs berita Indonesia terlengkap menyajikan berita politik, ekonomi, tekno, otomotif dan bola secara berimbang, akurat dan terpercaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

PDI-P: Isu PKI untuk Pisahkan Jokowi dan Mega

30 September 2017   14:59 Diperbarui: 30 September 2017   15:05 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sekjen DPP PDI-P Hasto Kristiyanto di Kantor DPP PDI-P, Diponegoro, Jakarta, Sabtu (30/9/2017).

Sekjen DPP PDI-P Hasto Kristiyanto di Kantor DPP PDI-P, Diponegoro, Jakarta, Sabtu (30/9/2017).JAKARTA, KOMPAS.com - Sekjen Partai Demokrat Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto merasa bahwa isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia yang dimunculkan belakangan ini bertujuan untuk menyerang partainya.

Selama ini, memang kerap muncul tudingan yang mengaitkan PDI-P dengan PKI. "Karena survei PDI-P tinggi, itu bagian dari upaya-upaya, biasa lah. bagaian dari kompetisi politik. Itu wajar," kata Hasto di Kantor DPP PDI-P, Diponegoro, Jakarta Pusat (30/9/2017).

Hasto menilai, isu ini sengaja diciptakan untuk merusak elektabilitas PDI-P yang tinggi. Menurut Hasto, berdasarkan survei Center for Strategic and International Studies (CSIS), elektabilitas PDI-P mencapai 35 persen apabila pemilu legislatif digelar saat ini.

Bahkan, Hasto menilai isu PKI ini diciptakan untuk memisahkan Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. "Karena elektabilitas PDI-P tinggi, tentu saja ada yang ingin memisahkan pak Jokowi dengan PDI-P, Pak Jokowi dan Bu Mega dengan berbagai isu-isu," ucap Hasto.

Namun, Hasto meyakini rakyat sudah cerdas dan tak akan termakan dengan isu yang dibuat-buat. Ia juga menegaskan bahwa PKI saat ini masih merupakan organisasi yang terlarang di Indonesia.

Oleh karena itu, Hasto meminta masyarakat untuk tidak khawatir dan lebih menatap ke masa depan, bukan masa lalu. "Biarlah para sejarawan yang bicara untuk mengungkap dengan kebenaran akademis sehingga bukan aspek politik yang kita tonjolkan," ucapnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun