Mohon tunggu...
Kompas.com
Kompas.com Mohon Tunggu... Administrasi - Kompas.com

Kompas.com merupakan situs berita Indonesia terlengkap menyajikan berita politik, ekonomi, tekno, otomotif dan bola secara berimbang, akurat dan terpercaya.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

OTT KPK dan ke-"ndablek"-an Publik

29 September 2017   22:30 Diperbarui: 9 Januari 2020   07:54 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ADA yang ditangkap di kantor, ada yang sedang rapat, bahkan ketika mandi. Ada yang ditangkap saat menerima uang, setelah transaksi, atau setelah penyuapnya pergi.

Terlepas dari perdebatan definisi, secara mudah semua kejadian penangkapan pejabat negara itu oleh KPK disebut operasi tangkap tangan (OTT).

Enambelas kali OTT pada 2016 adalah OTT terbanyak dalam setahun sepanjang sejarah KPK. Tapi tahun 2017 ini, KPK berpeluang memecahkan rekor. Hingga September, pelaksanaan OTT sudah menyamai jumlah tahun sebelumnya.

Setiap orang tentu boleh mengemukakan analisisnya. Tapi dari semua kemungkinan, saya berharap semoga maraknya OTT akhir-akhir ini bukan dipicu kontestasi dengan DPR yang sedang menggulirkan pansus hak angket KPK.

Pansus mulai bekerja Juni. Sejak itu rangkaian OTT gencar digelar KPK. Seolah-olah, tegangnya suasana Senayan diimbangi dengan penangkapan kepala daerah di mana-mana. Sekali lagi kita tidak boleh membaca begitu.

Baca juga: Pimpinan KPK: Baru Dua Minggu Kita Dari Sana, Dia Kena OTT

Sebab ada pansus atau tidak, ketika terjadi korupsi memang tidak boleh dibiarkan. KPK harus bertindak. Korupsi kecil atau besar, uang jutaan atau triliunan, dan tak peduli siapapun pelakunya, harus ditangkap.

Korupsi adalah kejahatan luar biasa yang penanganannya juga harus extraordinary. Itulah mengapa KPK dilengkapi dengan berbagai perangkat penegakan hukum dari pencegahan hingga penindakan.

Mereka bertugas menangkap pejabat publik yang telah merampok uang negara, uang rakyat. Menangkap mereka yang mengkhianati kepercayaan rakyat dan sumpahnya pada Tuhan.

Saya ingat tahun lalu. Tepatnya 12 Februari 2016 ketika Presiden Jokowi melantik tujuh gubernur dan wakil gubernur hasil pilkada serentak 2015.

Seperti biasa, para pejabat baru itu diambil sumpah atas nama agama dan kitab suci. Tapi, bunyi sumpahnya ternyata ada tambahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun