Mohon tunggu...
Kompas.com
Kompas.com Mohon Tunggu... Administrasi - Kompas.com

Kompas.com merupakan situs berita Indonesia terlengkap menyajikan berita politik, ekonomi, tekno, otomotif dan bola secara berimbang, akurat dan terpercaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Bayi Debora dan Pentingnya Implementasi Hak atas Kesehatan

13 September 2017   23:15 Diperbarui: 13 September 2017   23:35 1052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orangtua bayi Debora mendatangi kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di Jakarta Pusat, Senin (11/9/2017).

Dengan demikian, maka hak atas kesehatan dapat dimaknai sebagai bagian dari seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib di hormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (vide Pasal 1 angka 1 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM).

Oleh karena itu, maka terdapat konsekuensi perlindungan terhadap impelmentasi pelaksanaan hak atas kesehatan tersebut secara maksimal sehingga tidak ada tindakan yang bersifat mengurangi, menghalangi, membatasi, atau mencabut hak asasi manusia seseorang.

Hak atas kesehatan secara tegas telah dijamin dalam instrumen hukum dan HAM, baik nasional dan internasional. Instrumen nasional merujuk pada ketentuan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 juncto Pasal 9 ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Dalam instrumen HAM internasional, hak atas kesehatan diatur melalui Pasal 25 ayat (1) dan (2) Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia yang diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 dengan Resolusi 217 A (III).

Ayat (1) berbunyi, setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.

Sedangkan ayat (2) justru memberikan penegasan perlindungan terhadap Ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa.

Orangtua bayi Debora mendatangi kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di Jakarta Pusat, Senin (11/9/2017).Rujukan tersebut, secara teknis ditekankan melalui Pasal 12 Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang ditetapkan oleh Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) tertanggal 16 Desember 1966 dan telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU Nomor 11 Tahun 2005, menyatakan bahwa Negara Pihak dalam Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan mental.

Sedangkan untuk mencapai perwujudan hak kesehatan tersebut, negara harus melakukan tindakan sekurang-kurangnya 4 (empat) hal yaitu:
(1) menyusun ketentuan-ketentuan untuk melakukan pengurangan tingkat kelahiran-mati dan kematian anak serta perkembangan anak yang sehat;
(2) melakukan perbaikan semua aspek kesehatan lingkungan dan industri;
(3) melakukan pencegahan, pengobatan dan pengendalian segala penyakit menular, endemik, penyakit lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan, dan
(4) penciptaan kondisi-kondisi yang akan menjamin semua pelayanan dan perhatian medis dalam hal sakitnya seseorang.

Komentar Umum Hak EKOSOB Nomor 14 terkait dengan "Hak atas Standar Kesehatan Tertinggi yang Dapat Dijangkau" menegaskan bahwa hak atas kesehatan dalam segala bentuknya dan semua levelnya mengandung elemen yang penting dan terkait penerapan yang tepat akan sangat bergantung 4 (empat) hal:

Pertama
, ketersediaan. Pelaksanaan fungsi kesehatan publik dan fasilitas pelayanan kesehatan, barang dan jasa-jasa kesehatan, juga program-program, harus tersedia dalam kuantitas yang cukup.

Kedua
, aksesibilitas. Fasilitas kesehatan, barang dan jasa, harus dapat diakses oleh tiap orang:
a) Tidak diskriminasi, harus dapat diakses oleh semua,terutama oleh masyarakat yang marginal;
b) Akses secara fisik, fasilitas kesehatan, barang dan jasa harus dapat terjangkau secara fisik dengan aman bagi semua, terutama bagi kelompok yang rentan atau marginal;
c) Akses ekonomi, fasilitas kesehatan, barang dan jasa harus dapat terjangkau secara ekonomi bagi semua, memastikan bahwa pelayanan ini, yang tersedia baik secara privat maupun publik, terjangkau oleh semua, termasuk kelompok yang tidak beruntung secara sosial. Kesamaan mensyaratkan bahwa masyarakat miskin tidaklah harus dibebani biaya kesehatan secara tidak proporsional dibandingkan dengan masyarakat kaya;
d) Akses informasi, aksesibilitasnya mencakup hak untuk mencari dan menerima atau membagi informasi dan ide, mengenai masalah-masalah kesehatan.

Ketiga, penerimaan. Segala fasilitas kesehatan, barang dan pelayanan harus diterima oleh etika medis dan sesuai secara budaya, misalnya menghormati kebudayaan individu-individu, kaum minoritas, kelompok dan masyarakat, sensitif terhadap jender dan persyaratan siklus hidup.

Keempat, kualitas. Selain secara budaya diterima, fasilitas kesehatan, barang dan jasa harus secara ilmu dan secara medis sesuai serta dalam kualitas yang baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun