Menurut jaksa, berdasarkan fakta dan teori hukum dapat disimpulkan bahwa pertemuan antara para terdakwa dengan Setya Novanto, Sekretaris Jenderal Kemendagri, Diah Anggraini, dan Andi Narogong di Hotel Gran Melia Jakarta, menunjukan telah terjadi pertemuan kepentingan.
Andi selaku pengusaha menginginkan mengerjakan proyek. Diah dan para terdakwa selaku birokrat yang melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa. Setya Novanto saat itu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.
Dalam hal ini, Setya Novanto mempunyai pengaruh dalam proses penganggaran pada Komisi II DPR RI.
(baca: Dalam BAP, Saksi Sebut Andi Narogong dan Novanto Pengatur Proyek E-KTP)
Apalagi, Ketua Komisi II DPR adalah Burhanuddin Napitupulu yang merupakan anggota Fraksi Partai Golkar.
Menurut jaksa, pertemuan itu merupakan permulaan untuk mewujudkan delik korupsi. Jaksa menilai bahwa semua yang hadir dalam pertemuan menyadari bahwa pertemuan itu bertentangan dengan hukum, serta norma kepatutan dan kepantasan.
Apalagi, pertemuan dilakukan di luar kewajaran, yakni pada pukul 06.00 WIB.
Selain pertemuan, menurut jaksa, unsur penyertaan juga telah terbukti dengan adanya upaya Setya Novanto untuk menghilangkan fakta.
(baca: KPK Masih Perkuat Bukti soal Keterlibatan Novanto dalam Kasus E-KTP)
Novanto memerintahkan Diah Anggraini agar menyampaikan pesan kepada Irman, agar mengaku tidak mengenal Novanto saat ditanya oleh penyidik KPK.
Tak hanya itu, dalam suatu peristiwa, Irman dan Andi Narogong pernah menemui Novanto di ruang kerja di Lantai 12 Gedung DPR dan membahas proyek e-KTP.