Mohon tunggu...
Kompas.com
Kompas.com Mohon Tunggu... Administrasi - Kompas.com

Kompas.com merupakan situs berita Indonesia terlengkap menyajikan berita politik, ekonomi, tekno, otomotif dan bola secara berimbang, akurat dan terpercaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perlawanan Koruptor dan Oligarki Berbungkus Agama dan Sentimen Etnis

15 Mei 2017   09:00 Diperbarui: 15 Mei 2017   15:46 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama saat blusukan bersama, Kamis (27/2/2014).

Tentu saja bukan 'salah' mantan Gubernur DKI yang tersandung kasus hukum (lagi-lagi) berbungkus agama, juga tentu saja bukan 'salah' Gubernur Plt yang menjabat sampai Oktober 2017, tentu saja bukan 'salah' Gubernur baru yang terpilih. Mental masyarakat sendiri ternyata masih perlu revolusi mental; tepat sekali yang diserukan Jokowi sejak awal pemerintahannya.

Pada akhir Pemerintahan SBY, yang tidak banyak orang tahu, ada satu pabrik semen yang mengawali pembangunannya di Manokwari. Oleh Jokowi dikebut total dengan program internasional One Belt One Road (OBOR), menggandeng pemerintah China menggeber pembangunan pabrik semen di Indonesia Timur untuk mendukung program pembangunan besar-besaran infrastruktur di seluruh Indonesia terutama fokus di Indonesia Timur.

Jokowi menyampaikan: "saya ingin rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke bisa membangun rumah tembok dengan harga wajar".

Semen di Papua yang dulunya satu sak Rp 1 juta atau lebih dalam waktu tak lama meluncur turun menjadi harga wajar Rp. 50.000-60.000. Pembangunan pabrik semen ini tidak berhenti di Manokwari saja, digeber di Banjarmasin, Manado, Palu dan Makassar.

 

Secara logika bisnis jelas tidak masuk akal, produksi pabrik semen dengan kapasitas yang jauh melampaui bahkan konsumsi nasional, kenapa digeber di kawasan Indonesia Timur. Hasilnya bisa segera dilihat, infrastruktur di Kalimantan, Sulawesi dan Papua bangkit dalam level yang tak pernah ada semenjak Republik Indonesia berdiri.

Penguasa kerajaan bisnis di Indonesia Timur sejak dulu kala terusik dan tentu saja berang. Selama ini nyaris seluruh aspek sendi ekonomi yang mereka kuasai, banyak sekali terganggu.

Tak ada cara lain lagi-lagi bungkus agama dan kali ini disinergikan dengan bungkus etnis digeber. Bungkus-bungkus berlapis dan bertingkat agama-etnis-komunis sudah terbukti ampuh sepanjang sejarah Indonesia.

Belum lagi campur tangan 'invisible hands' dengan kepentingan lebih besar secara internasional juga ikut meramaikan. Tambang yang paling lucrative dan menggiurkan, selama tiga dasawarsa lebih jaya tak tersentuh, tiba-tiba terusik dengan gebrakan Pemerintah. Konon tambang tersebut bukan logam mulia yang berharga, konon kabarnya uranium dan plutonium'lah kandungan berharga sebenarnya. Benar tidaknya, wallahualam karena pengolahannya tidak pernah dilakukan di Indonesia. Berpuluh tahun gunung dipotong-potong dan dikemas untuk dikirim ke luar Indonesia untuk pemrosesannya.

Kerajaan-kerajaan bisnis properti, real estate, media, periklanan dan masih banyak lagi terjungkir balik kocar-kacir dengan gebrakan dan terobosan Ahok. Perizinan yang dulunya semua 'bisa dibantu' menjadi 'kaku' mengikuti koridor yang benar. Tidak ada lagi penyerobotan lahan hijau atau ruang terbuka hijau atau ruang publik untuk kepentingan bisnis tertentu.

Para pemangku kepentingan kerajaan-kerajaan bisnis gerah dan sewot dari balik kenyamanan "istana-istana" mereka. Perizinan reklamasi dan 'todongan' Ahok untuk ruang terbuka hijau dan kontribusi daerah membuat para pelaku bisnis yang berkepentingan (pelaku bisnis dan aparat pemerintahan yang korup) terusik dan murka. Tangkapan demi tangkapan, KPK seperti panen raya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun