DUBAI, KOMPAS.com - Maskapai penerbangan asal Dubai Emirates Airlines harus menerima kenyataan pahit bahwa laba pada kuartal I 2017 menukik 82 persen.
Anjloknya laba Emirates secara signifikan ini disebabkan lemahnya permintaan pasar, dan beberapa peristiwa yang tidak menguntungkan bisnis, termasuk kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Mengutip CNN Money, Kamis (11/5/2017), anjloknya laba membuat Emirates tidak membagikan laba untuk pertama kalinya sejak periode 1995 sampai 1996.
Padahal, tahun lalu Emirates menyerahkan dividen kepada pemerintah Dubai sebesar 681 juta dollar AS setelah meraup laba 1,8 miliar dollar AS.
CEO Emirates Sheikh Ahmed bin Saeed Al Maktoum menuturkan, tahun 2016 dan 2017 adalah satu dari tahun-tahun paling menantang yang dialami Emirates.
Kebijakan larangan bepergian yang diterapkan AS, keluarnya Inggris dari Uni Eropa, dan serangan teror di Eropa berdampak pada permintaan penerbangan.
Selain itu, industri minyak dan gas yang lesu juga menurunkan permintaan penerbangan. Al Maktoum menyatakan pihaknya memprediksi tahun yang berat masih harus akan dihadapi.
"Kami masih tetap optimistis terhadap masa depan industri kami, meski kami mengekspektasikan tahun ke depan masih menantang," ujar Al Maktoum.
Ia menuturkan, beberapa tantangan yang harus dihadapi adalah persaingan yang makin ketat menekan maskapai. Selain itu, volatilitas di banyak pasar penting berdampak pada arus dan permintaan perjalanan, khususnya udara.
Bulan lalu, Emirates dikabarkan memangkas frekuensi penerbangan ke AS. Ini terjadi setelah Emirates terdampak langsung kebijakan larangan bepergian yang diterapkan Trump.
Menyusul kebijakan larangan terbang, Trump melarang penumpang maskapai yang terbang dari 10 bandara di negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara membawa perangkat elektronik lebih besar dari ponsel ke dalam kabin.