SEMARANG, KOMPAS.com – Kegiatan penukaran mata uang asing atau money changer dinilai sudah menjadi salah satu sumber bagi tindak pidana pencucian uang.
Badan Reserse Kriminal Mabes Polri mencatat, banyak kejahatan besar tersembunyi di balik kegiatan jasa penukaran uang.
“Kita ingin identifikasi valuta asing (money changer) dengan benar, banyak kejahatan disembunyikan ke usaha ini. Banyak kejahatan besar tersembunyi di area ini,” ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Polri, Brigadir Jenderal Agung Satya, di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (29/3/2017).
Baca juga: Enam "Money Changer" Jadi Perantara Bisnis Narkoba
Agung menjelaskan, pihaknya banyak menemukan sumber kejahatan dari transaksi-transaksi di jasa penukaran ini. Dalam satu bulan, satu kegiatan jasa money changer bisa beromzet hingga Rp 1 triliun.
“Sebulan bisa Rp 1 triliun, di situ baru ketahuan mengirim uang luar negeri, ada uang judi online juga. Jadi Kupva (money changer) menjadi lubang dan segera perlu ditangani,” jelas Agung.
Agung mengatakan, para pengusaha kelas kakap juga memanfaatkan jasa money changer untuk mengurangi pajak. Banyak pengusaha besar merekayasa dokumen ekspor dengan mengecilkan pajak. Mereka yang mencurangi ini biasa melakukan dengan mengecilkan nilai barang, volume barang, sehingga pajak yang seharusnya dibayarkan ke negara menjadi lebih kecil.
“Uang lalu masuk melalui Kupva (money changer). Satu Kupva, dia bisa dan mengelola pengiriman uang secara cepat,” tambahnya.
Polri pun berkomitmen bersama Bank Indonesia untuk menertibkan jasa money changer. Jika tidak ditangani, maka bisa berpotensi secara sistematis mempengaruhi sistem ekonomi.
“Habis 7 April ini nanti semua 750 Kupva akan didatangi semua, satu-satu,” tegasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H