Mohon tunggu...
Abdul Salam Atjo
Abdul Salam Atjo Mohon Tunggu... Administrasi - Penyuluh Perikanan

Karyaku untuk Pelaku Utama Perikanan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pasar Jepang Getol dengan Udang Windu Pinrang

8 Februari 2014   14:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:02 1479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Udang Windu (Penaeus monodon Fab.) merupakan salah satu komoditas unggulan sektor perikanan kabupaten Pinrang. Rasa udang windu yang manis dan berukuran besar membuat komoditas ini disukai oleh pasar Internasional khususnya pasar Jepang.

Udang windu menjadi primadona bagi orang jepang karena‘black tiger‘ ini penampilannya menarik setelah digoreng merah dan besar merekah. “Ada kepercayaan sebagian besar masyarakat di Jepang bahwa tidak sah suatu hajatan tanpa hidangan berbahan baku udang windu. Sedangkan udang windu yang disajikan tidak sembangan harus udang windu yang bebas dari residu bahan kimia dan bakteri ecoli,”tambahnya.

Begitu fanatiknya konsumen jepang terhadap udang windu maka assosiasi konsumen udang windu di negeri Sakura ini setiap tahun mengunjungi sentra pertambakan udang di Indonesia termasuk kabupaten Pinrang. Menurut penanggung jawab Alter Trade Indonsia (Atina) kabupaten Pinrang, Ali Machmud beberapa waktu lalu mengatakan tujuan kunjungan dari assosiasi tersebut untuk meyakinkan para konsumen udang windu di Jepang kalau udang yang ia makan setiap hari diproduksi tanpa menggunakan bahan kimia dan tidak merusak lingkungan.

Atina merupakan salah satu perusahaan PMA milik Jepang yang langsung melakukan pembelian udang di Indonesia. Sampai saat ini lokasi pembelian udang windu dari Atina di Indonesia hanya ada di Sidoarjo, Gresik Jawa timur dan di Pinrang Sulawesi selatan. Sedangkan di Pinrang tidak semua daerah pertambakan ditempatkan distributor pembelian udang hanya ada di kecamatan Suppa, Lanrisang, dan Paria, Serang kecamatan Duampanua. “Dulu pernah ada di kabupaten Pangkep dan daerah sentra udang di kawasan timur Indonesia tetapi pernah ketahuan udangnya mengandung bakteri ecoli dan logam berat dalam tubuh udang sehingga daerah tersebut di garis merah oleh Atina dan assosiasi konsumen udang windu di jepang,” jelas Ali Machmud.

Dari tiga kabupaten lokasi pembelian udang windu Atina, kabupaten Pinrang termasuk yang paling tinggi produksi dan kualitas udangnya. Menurut data di Atina Pinrang tercatat sekitar 30 ton per bulan udang windu Pinrang dikirim ke Jepang melalui pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Dari empat lokasi kolektor udang milik Atina Pinrang yang paling banyak mensuplai udang windu adalah distributor dari kecamatan Lanrisang dan Suppa.

Kolektor PT.Atina Jampue, kecamatan Lanrisang kabupaten Pinrang, Ciwang mengatakan, paling sedikit sekitar 4,2 ton udang windu per bonang (siklus pasang surut alir laut) atau sekitar 600 kg per hari disuplai ke penampungan udang Atina yang ada di Rubae kota Pinrang. Sedangkan harga udang cukup bersaing dibanding kolektor dari perusahaan lain yang ada di Pinrang.

Kelebihan pasar Jepang menyukai udang ukuran kecil dengan size antara 40-60 ekor/kg. Meski demikian size 100 ekor juga masih memiliki harga bagus untuk pasar Jepang.” Jepang paling suka udang windu ukuran kecil sehingga petani tambak lebih diungtungkan soal harga,” kata Ali Machmud.

Untuk membantu pembudidaya udang mempertahankan kuantitas dan kualitas produksi udang yang ramah lingkunganmaka Atina kerjasama dengan kelompok pembudidaya udang secara berkala melakukan kegiatan reboisasi hutan bakau di sekitar pematang saluran tambak dan muara-muara sungai. Karena hutan bakau tersebut sangat bermanfaat dalam ekosistem lingkungan perairan tambak udang.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Pinrang, Ir. Andi Budaya Hamid, menyatakan kondisi pertambakan udang windu di kabupaten Pinrang saat ini lebih baik dari beberapa tahun sebelumnya. “Sebagian besar pembudidaya sudah memahami teknologi budidaya udang ramah lingkungan dengan menggunakan teknologi probiotik,” ungkap Andi Budaya. Selain penguasaan teknologi budidaya, sarana dan prasaran irigasi tambak juga mulai dibenahi oleh pemerintah daerah seperti rehabilitasi saluran dan muara sungai dengan menggunakan eksavator milik pemkab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun