Salah satu Iptek hasil dari Penelitian dan pengembangan Kelautan dan Perikanan (Litbang KP) adalah probiotik RICA. Teknologi budidaya udang windu aplikasi probiotik RICA diperkenalkan kepada petambak tradisional di kabupaten Pinrang pada pertengahan 2012 oleh tim Iptekmas Balitbang KP. Kini probiotik Research Institute for Coastal Aquaculture (RICA) makin diminati dan berkembang penggunaannya di kalangan pembudidaya udang windu di kabupaten Pinrang.
Syarifuddin Zain, ketua Pokdakan Pottotau, kecamatan Lanrisang Pinrang mengakui keunggulan probiotik produksi dari Balai Litbang Perikanan Maros. Salah satu keunggulan yang dirasakannya adalah mempercepat masa panen udang windu sehingga terhindar dari serangan penyakit. Menurutnya, pembudidaya pun harus melakukan beberapa perubahan sehingga memenuhi daya dukung untuk mendapatkan hasil yang optimal. Salah satu cara yang dilakukan pembudidaya adalah pemberian probiotik untuk tujuan bioremediasi yakni penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan.
“Selama ini tambak-tambak sudah dipaksakan untuk berproduksi sebanyak-banyaknya dengan menggunakan input sarana produksi yang berlebihan, akibatnya bertumpuk bahan organik di lahan tambak menyebabkan gagal panen karena penyakit dan kerusakan lingkungan,” ungkap Syarifuddin. Lebih jauh ia menjelaskan, probiotik digunakan selama ini mampu mengatasi toksin yang diproduksi selama proses budidaya. Sisa pakan, feses, jasad renik yang mati, dan lainnya akan berakumulasi di dasar kolam dan sebagian terlarut dalam air. Jika dibiarkan maka keseimbangan ekosistem terganggu dan hasil produksi tidak akan maksimal.
Teknologi probiotik RICA menjadi salah satu solusi dalam kebangkitan udang windu Pinrang yang pernah anjlok beberapa tahun silam akibat serangan penyakit. Untuk penyebarluasan teknologi tersebut maka Balai Litbang Perikanan Maros beberapa tahun lalu melakukan kajian lapangan berupa tambak ujicoba di lahan milik petambak yang melibatkan penyuluh perikanan lapangan. Demikian juga Dinas Perikanan Pinrang memfasilitasi sarana produksi dan sosialisasi melalui pertemuan sekolah lapang kepada kelompok-kelompok pembudidaya tambak untuk mengembangkan probiotik RICA.
Peneliti BPPBAP Maros, Ir. Muharjadi Atmomarsono, M.Sc mengatakan bakteri probiotik merupakan salah satu cara untuk menanggulangi penyakit pada usaha budidaya udang. Kegagalan panen di pertambakan udang windu di Indonesia sejak dua dekade terakhir terutama disebabkan oleh dua jenis patogen, yaitu Vibrio harveyi (bakteri kunang-kunang) dan WSSV (White Spot Syndrome Virus). Dalam ujicoba yang dilakukan di Pinrang, ada tiga kelompok petakan tambak pengujian yaitu kelompok I mengaplikasikan secara bergantian probiotik Rica 1,2 dan 3 sampai panen. Kelompok II mengaplikasi probiotik Rica 3,4 dan 5 sampai panen dan kelompok III aplikasikan probiotik Rica 1 secara terus menerus sampai panen.
Puang Kasau, salah seorang pelaku utama yang juga pengurus Pokdakan Samaturue, desa Wiringtasi kecamatan Suppa sudah memanfaatkan teknologi probiotik RICA dalam budidaya udang di tambak. Kasau sudah rutin melakukan kultur probiotik RICA untuk memperbaiki lingkungan dasar tambak sehingga udang tetap sehat dan lingkungan tambak tetap bersih. Aplikasi bakteri probiotik RICA terbukti mampu mencegah serangan penyakit melalui perbaikan kualitas air tambak. Kasau menebar probiotik RICA 1 sebanyak 10 liter setiap lima hari sampai umur udang memasuki hari ke 25. Selanjutnya RICA 2 ditebar mulai umur 26-50 hari dengan dosis sama dengan RICA 1. Mendekati usia panen 55 hari pemberian probiotik RICA 3.
Demikian hal dengan Syarifuddin, pada siklus budidaya udang windu akhir-akhir ini selalu sukses panen setelah mengaplikasikan probiotik RICA yang dikombinasi dengan pakan alami phronima. Dijelaskan Syarifuddin, pada lahan tambak tradisional seluas kurang lebih 1 hektare telah ditebar 15.000 ekor tokolan udang windu pada pertengahan Desember 2016 silam. Pada akhir Januari 2017 sudah melakukan panen selektif hingga pekan pertama Februari. Hanya sekitar 47 hari masa pemeliharaan Syarifuddin sudah panen sekitar 120 kg ukuran size 45-39 ekor/kg. Menurut Syarifuddin, masih ada sekitar 100-150 kg udang yang tersisa di tambak belum panen.
Sehingga jumlah total panen nantinya diperkirakan sebanyak 250 kg/hektare dalam masa pemeliharaan 45-55 hari.” Saya selalu sampaikan kepada anggota Pokdakan jangan malu bertanya kepada penyuluh jika ada masalah. Sebab ilmu yang saya terapkan selama ini berkat hasil bimbingan penyuluh, petugas teknis dinas, peneliti Balitkan Maros dan akademisi melaui sekolah lapang tambak,” ungkap Syarifuddin alumni sekolah lapang tambak yang diselengarakan Dinas Perikanan Pinrang 2016.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H