Aku benci Mamaku.
Terutama perlakuannya dalam enam bulan terakhir. Aku yang selalu lapar hanya disuguhkan ikan teri, susu, dan terkadang; sisa makanan!
Memang benar, kini aku sudah tidak bekerja lagi. Padahal dulu gajiku sehari mampu membeli pasta alle vongole dengan kerang bumbu aglio olio yang pedas. Menu dari para sosialita.
Perlakuan Mama memaksaku untuk setiap hari berkeliling kota. Mencari makanan yang lebih pantas bagi diriku. Itu pun dengan resiko yang tidak ia pedulikan. Dihadang para preman jalanan dan sampah Masyarakat jahanam.
Papaku lebih biadab lagi. Ia membenci diriku.
Makian dan omelan sudah biasa aku terima. Dan, jika tidak ada orang di dalam rumah, ia bisa menjadi lebih sadis. Tamparan dan tendangan sudah rutin kudapat.
Penyebabnya? Hal-hal sepele yang tidak bisa diterima nurani. Seperti, larangannya kepadaku untuk duduk di sofa. Padahal, aku hanya ingin menikmati acara TV kesayanganku.
Itu tidak bisa. Aku tidak pantas katanya!
Di malam hari, aku tidak bisa masuk ke dalam kamar tidurku. Tidur di atas empuk bersama Sonja, adikku. Berulang kali aku mencoba protes. Akan tetapi, Sonja pun setuju. Katanya ia menyanyangiku, tapi ternyata tidak cukup sayang untuk rela berbagi ranjang dengaku. Menurutnya, tikar lembut di depan dapur sudah cukup untuk membuatku nyenyak.
Cuih! Saudara macam apa itu. Semoga engkau dikutuk menjadi seekor tikus! Agar aku bisa tertawa terbahak-bahak mengejarmu.