"Iya, 6-4-6-2, memangnya kamu tidak?"
Aming tidak menjawab, karena memang ia tidak bisa menjawab lagi. Sebuah kalimat terngiang di kepalanya, "Tapi, kamu ingat Koh. Aku anggap kamu berutang. Kelak kalau aku tidak menemukan Monik, engkau yang harus membayar dengan jiwamu!"
Entah mengapa, kalimat yang bernada ancaman itu seolah-olah telah berubah menjadi kutukan. Itu karena ia tidak tahu lagi di mana ia berada. Di dalam rumahnya, ia merasa seluruh benda membesar. Tapi, bukan itu. Sesungguhnya badannya-lah yang mengecil. Dalam waktu singkat, Aming kembali lagi menjadi bayi.
Ia tidak bisa lagi bersuara, kecuali matanya yang melotot melihat sosok berambut panjang dan bergaun merah datang menghampirinya.
Bao Jia Gui telah hadir!
Hantu itu mengangkat tubuhnya yang telah menjadi bayi dari atas lantai, lalu menggendongnya. Aming ingin berteriak, tapi ia tidak mampu. Sosok hantu itu terlihat senang, matanya menjadi besar, seukuran yang tak masuk akal. Lidahnya menjulur panjang, menjilat-jilat wajah bayi Aming.
Dan, wajahnya.
Wajah itu sudah tidak asing lagi. Tidak lain, tidak bukan, si Ah-Mei adiknya yang baru saja kehilangan Monik, bayinya. []
**
Acek Rudy for Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H