"Boleh aku masuk, koh?" jawab si wanita yang berada di sana. Wajahnya memelas, seolah-olah sedang dalam bahaya besar.
"Untuk apa? Kalau kamu mau meledekku lagi, aku sudah tak punya apa-apa!" ketus Aming.
"T-Tidak koh. Ini tentang Monik," jawab perempuan itu. Wajahnya memerah, air mata mengalir deras dari matanya yang bersinar menahan kesedihan.
"Kenapa Monik?" tanya Aming dengan wajah khwatir yang dibuat-buat.
"Ia hilang Koh? Tadi sore menjelang maghrib!"
"Ha? Kenapa bisa?"
"Tidak tahu, Koh. Kejadiannya begitu cepat, aku sedang berada di jembatan penyeberangan orang Lebak Bulus."
"Lha, kenapa kamu bawa bayimu di sore hari menyeberangi JPO?" tanya Aming keheranan. Namun, wanita itu tidak bisa lagi bersuara. Suara tangisannya memilukan.
Sekelabat ada perasaan sedih yang Aming rasakan, akan tetapi itu belum juga mampu menggugah hatinya. Aming masih menyimpan dendam kepada adik kandungnya itu.
"Anggap saja itu pelajaran karena kamu jahat, Ah-Mei!" ketus Aming.
"Saya jahat apa Koh!" teriak Ah-Mei.