Untuk itu, tulisan populer seharusnya mengalir tanpa halangan. Bagaikan jalan tol, tidak seharusnya pembaca terdistraksi dengan hambatan. Dee menerjemahkannya sebagai amunisi.
"Setiap kata yang kita tulis adalah peluru yang dilesatkan. Jadilah sniper, efisien mengena di benak pembaca."Â ~ Dee Lestari
Dee menerjemahkannya dalam 4 kata: Efektif, Efisien, Sitematis, dan Komunikatif. Tidak lupa juga dua tambahan lainnya, melatih pikiran logis dan belajar membentuk pikiran imajinatif sebagai bagian dari manfaat menulis.
Ah, saya jadi ingat saran sahabat saya, kakak Ita Sembiring, penulis buku dan produser film. Konsepnya tentang Ekonomi Kata masih terngiang di benakku. Semoga suatu waktu Mettasik juga bisa mengundang beliau untuk acara selanjutnya. Doain ya...
"Beri perhatian pada halaman pertama, di paragraf pertama, dan pada kalimat pertama."Â ~ Dee Lestari
Malam sebelumnya, seorang kawan enggan mengikuti webinar. Menurutnya, ia adalah nonfiksianer sejati. Artikel serius selalu memenuhi lamannya. "Gak sama aliranku dengan Dee, Acek," pungkasnya
Rasanya sekarang dia akan menyesal. Sebabnya buat saya Dee ini adalah seorang philosopher. Makanya ia menolak disebut penganut paham literasi tertentu. Dee emang dilahirkan sebagai seorang Rectoverso.
Meskipun Dee juga mengaku jika artikel serius, bukanlah bidangnya. Akan tetapi... Kalau dipaksakan, Dee akan mengubahnya dengan menambah bumbu fiksi. Sesuatu yang ia namakan sebagai eksplorasi emosi dan merangkai bingkai dalam adegan. Menggabungkan riset, logika, dan khayalan.
"Alih-alih langsung masuk ke fakta dan data, kenapa tidak mulai dari sebuah kisah...?"Â ~ Dee Lestari
Si penulis yang mengaku nonfiksianer tidak perlu malu-malu terlihat lebai. Tunjukkan emosi.
Diriku belum bisa tidur nyenyak. Gigitan pada tangan masih membekas. Bayangan kelahan dan kekalahan belumlah lepas. Dua tembakan peluru merobek pertahanan. Aku menutup telinga, tak tahan mendengar sorakan. Timnas Argentina kalah 0-2 dari Saudi Arabia.
Apakah diriku berada di Qatar? Biarkan pembaca yang mengira-ngira. Tidak perlulah menulis disklaimer. "Lalu, idenya darimana, Acek?"
"Jangan mengejar ide, jadilah penulis yang suka dikejar ide."Â ~ Dee Lestari
Ide adalah bibit dari segala bibit literasi. Siapapun tak akan bisa menulis tanpanya. Persoalannya, manusia itu terbentuk dari karma masing-masing. Kita adalah Perahu Kertas yang menelusuri lautan luas. Unik adanya.
Nah, karma juga persoalan jodoh. Begitu pula ide tulisan. Kalian bisa menemukannya di mana saja. Naik-naik ke puncak gunung, turun-turun ke dasar lembah, atau ngupil-ngupil dalam sekali. Terserah elooo...
Saya berbincang dengan Dee, "ide itu bagaikan makhluk kecil berwarna kuning. Minnions namanya."