Abi duduk termenung di depan meja. Jam di gawai sudah menujukkan pukul 23:38. Ia sudah cukup lama berada di situ, sudah lebih lama daripada waktu. Di hadapannya tersaji sebuah mangkuk. Belum bergerak dari tempatnya, meskipun sudah beberapa kali terisi kuah panas.
Ibnu Al-Arabi. Dari situlah Abi mendapatkan namanya. Seorang Sufisme terkemuka dalam perkembangan tasawuf di dunia Islam. Abi mencintai nama itu. Baginya, sangat intelektual. Tapi, sekarang dia memiliki sedikit penyesalan. Menyumpahi Shakespeare di liang kuburnya. "Apakah arti sebuah nama," sebuah kebohongan terbesar dalam sejarah umat manusia.
Abi terlalu banyak bertanya. Sebagaimana sosok Ibnu Al-Arabi yang haus akan ilmu. Bertemu dengan banyak ahli sufi dan filsuf termahsyur, bahkan intelektual lintas agama. Itulah alasan mengapa Abi masih belum beranjak dari kursinya. Ia terlalu banyak bertanya. Ada sesuatu yang kurang dari rasa cotonya.
Abi kini memegang tanggung jawab sebagai penerus warisan keluarga. Warung coto Daeng Marewa yang sudah dikelola tiga generasi lamanya. Terkenal di seantero kota Makassar, hingga ke seluruh pelosok negeri. Beberapa media internasional bahkan sudah pernah meliputi.
Nenek Marewa malah berkeyakinan, keluarga mereka adalah turunan Daeng Toak, seorang juru masak kerajaan Gowa, pada abad ke-16 silam. Konon di tangan Daeng Toak ini, lahirlah coto makassar. Sebuah paduan berani dari daging dan jeroan sapi, serta rampa' pattangpulo alias 40 jenis rempah lokal dengan campuran teknik memasak China.
Lamunan Abi terbuyar, penanda waktu di gawainya berdering. Memberikan isyarat, kuah sudah mendidih di dalam Uring Butta, kuali tradisional yang terbuat dari tanah.
Abi membuka penutup kuali. Aroma harum menyeruak, terbawa dinginnya angin malam yang merasuk hingga ke dalam sukma. Abi mengambil sesendok kuah coto, menumpahkannya ke dalam mangkuk ayam dalam genggamannya.
Abi menutup matanya. Ia mencoba mengingat semua rempah yang ia olah. Cengkeh, pala, kacang kemiri, lengkuas, dan merica sudah ada. Ia juga tidak lupa bawang merah, bawang putih, jintan, foeli, ketumbar.
Daun jeruk purut, daun kunyit, daun salam, daun bawang, daun perei, dan daun seledri, semua sudah berada pada posisi teratas amigdala Abi. Begitu pula dengan jahe, laos, gula tala, asam, kayu manis, garam, dan lombok merah, serta hijau. Tidak lupa daun sereh yang ditumbuk halus. Lengkap sudah. Tidak ada lagi yang kurang.
Abi mengagumi dirinya. Sebagai seorang lulusan fakultas teknik, yang terbiasa dengan rumus dan logika, daya ingatnya juga masih cukup kuat untuk menampung daftar resep rahasia warisan keluarga.