Para korban ditemukan dalam kondisi mengenaskan. Tidak digaji dan diperlakukan bak hewan ternak. Dieksplitoitasi bahkan ada yang disiksa hingga mati.
Pada 2021, KBRI Phnom Penh sudah berhasil memulangkan 119 WNI. Sementara hingga Juli 2022, tercatat 133 WNI untuk kasus serupa. Para WNI ini adalah korban perdagangan manusia.
Apa yang terjadi? Mari kita simah pengakuan Rendy (nama samaran) yang dikutip dari BBC.
Rendy pertama kali melihat lowongan kerja di Facebook. Tawarannya menjadi customer service di Kamboja dengan gaji yang lumayan tinggi, sekitar 17,8 juta per bulan.
Dengan bekal pengalaman sebagai TKI di beberapa negara timur tengah, Rendy lantas tertarik. Ia lantas menghubungi nomor yang tertera pada iklan.
Wawancara singkat pun terjadi. Tanpa banyak tanya, si oknum perusahaan meminta Rendy untuk segera terbang ke Kamboja. Menentukan waktu yang tepat untuk dibelikan tiket.
Awalnya Rendy curiga, wawancara tersebut terlalu mudah dan tidak ada kontrak kerja yang diberikan. Tapi si pewancara meyakinkan Rendy bahwa kontrak akan diberikan jika mereka sudah bertemu di Kamboja.
Rendy kemudian percaya, karena lowongan yang ia dapatkan itu tersebar melalui situs pencari kerja yang sudah kredibel.
Sesampainya di Kamboja, Rendy dijemput oleh seorang supir yang membawanya ke pedalaman Sihanoukville, sebuah kota pelabuhan di Kamboja.
Ia menelusuri jalan berliku dan kecil. Ketika Rendy bertanya, si supir berdalih jika kedatangan Rendy masih belum resmi hingga perusahaan mengurus dokumen resminya. Rendy pun kembali tenang.
Rendy baru tersadar bahwa ada yang tidak beres saat ia tiba di tempat kerjanya. Sebuah rumah yang jauh dari mana-mana. Tapi, pada saat itu Rendy masih mencoba berpikir positif.