"Masalahnya merek mayonaise itu dibeli di toko sebelah, si bapak tidak bisa retur di sana, sehingga ia kesini mencoba peruntungan," pungkas Widya.
Menghela napas, mencoba tenang. Sayangnya, kisah saya belum berakhir.
Transferan Palsu
Cukup banyak pembelian via online. Biasanya staf penjualan di toko meminta si pembeli untuk mengirim uangnya terlebih dahulu. Tidak masalah, tapi uang yang dikirim ternyata lebih banyak dari invoice.
Kemudian telpon pun berdering. Meminta agar selisih uangnya ditransfer kembali. Sekali kecolongan, sejumlah uang yang tertera pada bukti transfer tidak pernah hinggap ke rekening.
Bukan hanya sekali, tapi berulang-ulang kali. Oknumnya berbeda, tapi modus operandinya sama. Untungnya staf penjualan cepat belajar. Sekali kesalahan sudah cukup. Tidak akan terjadi untuk kedua kalinya.
**
Enam teknik penipuan ini hanyalah segelintir dari sekian ratus modus operandi para pencuri. Saya tidak memiliki tips dan trik untuk mencegahnya. Karena selihai apapun penjaga toko, pencuri akan tetap lihai.
Teknik-teknik baru akan terus bermunculan sesuai zaman. Tidak akan ada habis-habisnya.
Lalu, mengapa para pengutil masih eksis?
Kawan saya berkata karena himpitan ekonomi. "Bullshit", ujarku. Dalam sebuah survei yang pernah kubaca, pengutil akibat keadaan ekonomi hanya berkontribusi sebesar 2% saja.
Jangan pula gunakan alasan Kleptomania, seperti argumen suami si ibu MA yang kasusnya viral di Alfamart Tangerang. Karena jika memang demikian, maka itu sangat kebetulan. Karena pengutil Klepto jumlahnya hanya 1% dari keseluruhan kasus shoplifting.