Katakanlah sebuah UMKM memiliki omzet sebesar 300 juta per bulan. Dengan retail shrinkage sebesar 2%, maka ia harus menanggung kerugian sebesar 6 juta rupiah.
Jumlah ini setara dengan 1-1,5 orang gaji pegawai standar UMP. Mungkin juga setara dengan biaya listrik, dan mungkin lebih besar dari keuntungan toko. Dan yang paling berbahaya, jumlah tersebut bisa lebih besar karena faktor tak terukur.
Namun retail shrinkage tidak saja berasal dari pencurian di dalam toko (shoplifting). Masih dari data National Retail Federation, kerugian yang tidak terduga ini dibagi lagi dalam beberapa kategori.
Yang terbesar memang berasal dari shoplifting. Jumlahnya mencapai 35,7% dari keseluruhan. Jenis terbesar kedua berasal dari ketidakjujuran karyawan. Bisa saja mencuri barang atau uang, menerapkan diskon sepihak, atau mengutil bonus dari supplier. Jumlah ini mencapai 33,2% dari total retail shrinkage.
Yang ketiga adalah kesalahan administratif. Jumlahnya mencapai 18,8%. Kasus ini terdiri dari salah melabel harga, salah menempatkan diskon, salah menghitung stok, dan sejenisnya.
Kategori keempat adalah ketidakjujuran/kesalahan supplier. Terdiri dari kesalahan penginputan harga, menurunkan barang yang tidak sesuai invoice, tidak memberikan bonus yang dijanjikan, memberikan barang kadaluarsa, dan sejenisnya. Kontribusinya terhadap retail shrinkage mencapai 5,8%.
Kategori lainnya adalah 6,6% yang berasal dari berbagai skenario yang tidak terduga lainnya.
Tidak heran jika sebuah perusahaan berani menginvestasikan uang yang banyak untuk mengurangi resiko yang tidak terukur ini. Pemasangan CCTV di berbagai tempat, membeli program administrasi yang canggih, menyewa security, bahkan hingga menyewa tenaga professional jika angka retail shrinkage sudah mencapai jumlah yang mengkhwatirkan.
Kembali kepada kasus pegawai Alfamart. Saya tidak dalam kapasitas menilai perilaku si ibu. Menurut keterangan anggota keluarga, si ibu mengidap sindrom kleptomania (kebiasaan mengutil).
Tapi, apapun alasannya, kamu, kamu, dan kamu seharusnya berpikir. Mengambil barang tanpa membayar dengan alasan apapun sudah masuk dalam kategori pencurian. Ada KUHP-nya, pasal 362.
Lagipula setiap agama dan keyakinan juga tidak pernah merestui tindakan pencurian. Dan yang terpenting, harga coklat mungkin tidak seberapa. Tapi dampak yang ditimbulkan sangat luar biasa.