"Kalau ada kamu butuh, bicara dengan saya," mereka pun sudah paham.
Kepada yang berpotensi tapi merasa karirnya terhambat di perusahaanku, saya tidak pernah segan-segan mendorong mereka untuk menjadi wiraswasta atau bekerja di perusahaan lain. Ini pun sudah terbukti.
"Tapi, jangan sesekali engkau menilep uang perusahaan, atau kau kupecat!" Mereka sudah paham dan itu pun sudah terbukti.
Apakah cukup efektif?
Salah satu tantangan terbesar bagi pengusaha adalah menyelaraskan tiga hal. Pendapatan, biaya, dan kebutuhan karyawan.
Terkadang bisnis sepi, tapi biaya tidak bisa dikurangi. Terkadang bisnis merugi, tapi hak karyawan tidak bisa dikebiri. Sebagai pimpinan, pusingnya bisa tujuh keliling.
Untungnya aturan main yang kuberlakukan selama ini cukup efektif bagi karyawan-karyawanku. Mereka sudah merasa seperti keluarga sendiri.
Jika bisnis sepi, karyawan yang cerdas akan menelpon pelanggan untuk menambah omzet. Pegawai yang jujur akan menghemat lampu, mesin pendingin ruangan, dan kulkas penyimpanan. Biaya listrik pun menurun drastis. Dan masih banyak lagi. Â
Dengan demikian, apakah pernyataan "lebih baik mencari karyawan yang jujur daripada pintar" masih relevan?
Bagi saya sih, saya tidak ingin kedua-duanya. Saya tidak ingin karyawan yang pintar dan jujur.
Yang saya butuhkan adalah anggota keluarga yang betah di perusahaan, mempunyai rasa memiliki, dan menganggap saya sebagai kakak dalam keseharian.