Ada 22 nama jalan yang berubah di kota Jakarta. Gubernur DKI, Anies Baswedan sudah memastikan tidak akan timbul kegaduhan di masyarakat. KTP, Kartu Keluarga, SIM, ataupun dokumen lainnya yang memuat alamat dijamin aman.
Jadi, seharusnya warga kota Jakarta tidak perlu khwatir. Lagipula ada hal mulia dari keputusan Anies Baswedan ini. Adalah 22 nama tokoh Betawi yang kini terpampang.
"Banyak tokoh Betawi yang harus diabadikan, agar generasi muda dapat mengenal mereka," pungkas Anis dikutip dari berbagai media.
Seberapa pentingkah perubahan nama ke-22 jalan ini, saya tidak dalam kapasitas menilainya. Sebabnya saya bukan warga Jakarta. Tidak terpengaruh oleh kebingungan dan data kependudukan.
Namun memori saya teringat kembali kepada kejadian sekitar 40 tahun silam di Kota Makassar. Saat itu ruas jalan poros dekat tempat tinggalku berubah. Dari jl Irian menjadi Dr. Wahidin Sudirohusodo.
Apa yang terjadi? Empat dekade telah berlalu, nama tersebut tidak pernah berubah di benakku. Demikian juga benak generasi-generasi selanjutnya.
"Lalu Dr. Wahidin Sudirohusodo itu apa, pa?" Tanya anak saya. Ia tidak bermaksud bloon. Tentu saja dia mengenali siapa Dr. Wahidin Sudirohusodo.
Yang ia tanyakan, untuk apa ada namanya pada papan jalan, sementara setiap orang tetap menyebutnya dengan "jalan Irian."
Jalan Irian bukan satu-satunya. Ada juga jl Racing Centre. Dinamakan demikian karena dulunya di sana ada arena balapan go-kart pertama di Indonesia Timur. Lalu berubahlah menjadi jalan Prof. Basamalah, nama dari mantan Rektor Universitas Muslim Indonesia (UMI) yang legendaris. Tapi sampai sekarang, tetap saja Racing Centre yang dikenal.
Kemudian ada pula jl Gunung Bulusaraung. Namanya sekarang telah berubah menjadi jl Jenderal M Jusuf. Lebih singkat, lebih terdengar familiar. Tapi, tetap saja saya masih menyebutnya dengan jl Bulusaraung. Sudah terbiasa soalnya.