Namun, apakah benar demikian?
Saya membaca sebuah artikel, bisa dilihat di sini [1]. Disebutkan bahwa anak wanita dan lelaki memang sudah memiliki kesenangan yang berbeda sejak kecil. Hal tersebut disebabkan oleh hormon yang dibawa sejak lahir.
Jadi, tidak heran jika anak perempuan lebih cenderung memilih boneka. Sebabnya mereka lebih tertarik dengan interaksi, dibandingkan anak lelaki. Boneka menyerupai orang, enak diajak berbicara atau bermain peran-peranan.
Sementara anak pria tumbuh dengan perkembangan motorik yang lebih dominan. Mereka kadang terlihat lebih aktif dan agresif. Permainan yang mengasah otot lebih disenangi. Seperti mobil-mobilan atau menyusun balok.
Tapi, hati-hati dengan stereotip gender. Anak lelaki yang bermain boneka, janganlah dilarang. Begitu pula dengan anak wanita yang suka main mobil-mobilan.
Dalam kasus diriku, boneka mainan adik tidak saya peluk. Malahan saya banting-banting saking gemasnya. Begitu juga dengan cara adikku bermain mobil-mobilan. Ia tidak menabrakkannya ke tembok sebagaimana diriku biasanya bermain.
Kesimpulannya; Bukan jenis mainan apa yang dipilih oleh anak, tetapi bagaimana cara anak memperlakukan mainannya.
Sayangnya stereotip gender ini terus berkembang hingga kita dewasa. Saya tumbuh dengan sebuah asumsi, bahwa lelaki yang baik seharusnya seperti seorang pangeran.
Sementara adik saya mendambakan menjadi putri salju. Cantik, baik, dan penurut. Pintar merawat keluarga dan rajin membersihkan rumah.
Padahal dalam dunia modern, hal ini tidak berlaku lagi. Kesetaraan gender itu penting. Wanita tidak seharusnya pasrah dalam menjalani hidup. Sementara pria tidak selamanya harus memegang "pedang" agar bisa diterima.
Boneka kesayangan tidak mengubah hidupku menjadi seorang pria yang lebai. Saya memang lembut dan penyayang. Itu adalah sisi feminin yang telah kubawa sejak lahir. Setiap pria pasti memilikinya dalam kadar tertentu. Tapi, saya tetap adalah seorang pria.