Saya bukan fans Elon Musk. Saya lebih menyenangi gaya Oei Tiong Ham, raja gula dari Semarang yang hidup seabad yang lalu.
Teringat cerita dari buku "Kisah Tragis Oei Hui Lan, Putri Orang Terkaya di Indonesia," karya Agnes Donovar (2010).
Alkisah pada suatu hari, Oei Tiong Ham berjalan-jalan ke Batavia. Di sana ia berkunjung ke sebuah restoran China, yang menurutnya masakannya luar biasa enak. Gegara harus antri dan tidak nyaman dengan suasana restoran itu, Oei Tiong Ham pun datang dengan sebuah proporsal.
Ia membayar bos restoran seharga dua kali pendapatannya. Lalu memboyongnya ke Semarang untuk dijadikan koki pribadi.
Apa yang dilakukan oleh Oei Tiong Ham seringkali menjadi kisah dari para Crazy Rich beneran. Begitu pula yang dilakukan oleh Elon Musk. Namun, Musk tidak membeli restoran Amerika kesukaannya. Itu sudah basi.
Yang dibeli olehnya adalah Twitter, platform media sosial yang seringkali ribut dengannya.
Musk membeli 9,2 persen saham Twitter. Menjadikannya sebagai pemegang saham terbesar individu. Musk lalu masuk ke dalam jajaran direksi.
Tentu saja keputusan pribadinya akan memberikan perubahan suasana pada Twitter, media sosial dengan pengguna kedua terbesar di dunia ini. Â Â
Amerika mengklaim dirinya sebagai negara yang paling demokratis. Namun sejak Twitter memblokir akun Donald Trump, budaya telah berubah.
Alasan Twitter memang dianggap tepat. Trump terlalu liar dan dianggap memicu kerusuhan. Namun, jangan lupa. Saat itu Trump masih berstatus Presiden AS.