Tulisan ini sudah lama mengidap (baca: megendap) di kepalaku. Mau kutulis, tapi kemalasan selalu hinggap. Entah mengapa.
Tapi, setelah melihat fakta bahwa Engkong Felix lebih cocok di "kuburan," maka tangan ini pun tergerak. Dengan segala daya upaya jimat Anti AU, tiga tulisannya tentang kuburan berhasl menjadi Headline.
Acek sudah lama tidak AU, terakhir pada bulan Maret 2020. Genaplah setahun pada bulan ini. Mungkin juga gegara kegemaran Acek tergoda. Angka ditinggalkan, Kamasutra pun setengah-setengah.
Sesuatu yang Engkong sebut dengan Palugada, alias Pedagang Asongan. Ia telah menulisnya di sini; Jadilah Penulis Kelas Asongan di Kompasiana
Iya, Acek menggunakan prinsip bisnis. Jika tidak bisa lagi AU, mending mengeker Terpopuler. Jika jadi specialty store tidak menguntungkan, jadilah toko kelontongan.
Seperti yang disebut Bang Yos Mo dalam komentar artikel Engkong, saya kutip sebagian;
"Dalam dunia media digital yang kejam, konsep palugada memang suatu keharusan. [...]" Konten receh paling laris, konten serius minim pembaca... [...]"
Bukan hanya Acek yang menggunakan konsep Palugada. Saya berani taruhan, mereka yang aktif menulis pasti juga berpalugada. Sebabnya tidak ada tulisan specialty yang benar-benar bisa diterbitkan tiap hari.
Sering muncul tentunya punya keuntungan. Nama mereka akan sering tampil di laman Kompasiana. Pembaca mengenal mereka dengan gaya dan spesiaslis masing-masing.
Apalagi yang bercentang biru. Sungguh itu adalah sebuah keuntungan, karena artikelnya "dijamin" jadi "Pilihan."