Pada awal tahun 1958 Presiden Soekarno pernah berkunjung Jepang. Namun, bukan sebagai presiden RI, karena itu bukanlah agenda kenegaraan.
Akibatnya, Polisi Jepang pun menolak memberikan perlindungan kepadanya. Padahal kondisi negara sedang kacau. Ada kelompok anti-Soekarno berbahaya. Konon jaringan mereka cukup kuat di Jepang.
Bingunglah Iskandar Ishak, Konsul Jenderal Indonesia di Tokyo. Akhirnya ia menghubungi kawannya, Kolonel Sambas Atmadinata, Menteri Urusan Veteran di era Soekarno.
Melalui jaringannya di Jepang, Sambas mendapat rekomendasi. Ia diminta menghubungi seseorang yang bernama Yoshio Kodama.
Kodama adalah orang yang berpengaruh di Jepang pada masa itu. Tokoh konservatif aliran sayap kanan, dan juga keturunan Samurai. Ia punya banyak anak buah yang rela mati demi kehormatan.
Syahdan jasa pengawalan Kodama pun disetujui Soekarno. Entah apakah Bung Karno tahu jika organisasi yang dipimpin oleh Kodama juga dikenal dengan nama Yakuza?
Kodama kemudian mengutus 20 orang terbaiknya. Soekarno pun aman dalam pengawalan selama delapan hari di Tokyo.
Namun, cerita tidak berakhir sampai di situ. Yakuza adalah organisasi bawah tanah dengan jaringan internasional. Begitu pula dengan sang pemimpin, Yoshio Kodama.
Selama PD II, Kodama punya rekor buruk. Oleh Amerika ia dikenal sebagai penjahat perang. Tapi, kepentingan politik telah beralih. Jepang bukan lagi musuh.
Amerika lebih khwatir kepada komunis. Begitu pula Kodama. Ia adalah salah satu pendiri Liga Antikomunis di Asia. CIA pun menggandengnya, dijadikan mata-mata untuk mengawasi perkembangan bahaya laten dari negeri seberang.