Jejak toleransi di bumi Nusantara bukan hanya seumur jagung. Telah banyak jejak sejarah yang nyata ada. Salah satunya adalah kelenteng Dewi Avalokitesvara yang terletak di kawasan Banten Lama, sekitar 10 kilometer dari kota Serang.Â
Dewi Avalokitesvara jamak dikenal dengan sebutan Dewi Kwan-Im. Bagi para pemujanya, ia adalah perlambangan welas asih. Dewi ini diyakini sering menolong manusia yang berada dalam kesulitan.
Kelenteng itu telah ada sejak tahun 1652. Menandai jejak orang Tionghoa di daerah tersebut. Adalah Syekh Syarif Hidayatullah yang mendirikannya. Beliau adalah Sultan Banten, yang juga dikenal sebagai Sunan Gunung Jati, salah satu dari Wali Songo.
Alkisah pada suatu hari, kapal rombongan putri Ong Tien Nio dari China yang bermaksud berlayar ke Surabaya. Namun, karena kehabisan bekal, singgahlah iring-iringan tersebut di Teluk Banten. Tepatnya di Kali Kemiri, dekat Keraton Surowosan.
Jodoh pada pandangan pertama. Syekh Syarif jatuh cinta, ia pun melamar sang putri. Cinta tidak bertepuk sebelah tangan, sang putri pun menyetujui lamaran Sultan.
Syahdan putri Ong pun menjadi mualaf. Semua anak buahnya yang berjumlah 3500 orang pun hidup di sana. Mereka membentuk komunitas di daerah yang kini bernama Kampung Baru.
Sebagian pengikutnya pun memilih masuk Islam. Namun, sebagian lagi memutuskan untuk tetap menganut paham leluhur.
Sang Sultan yang arif dan bijaksana lantas mendirikan Kelenteng Avalokitsevara. Agar para pengikut putri Ong dapat beribadah sesuai dengan keyakinan mereka. Bagi para mualaf, sang Sultan juga mendirikan sebuah Mesjid yang lokasinya berdekatan.
Kelenteng itu masih berdiri hingga kini. Ramai dikunjungi oleh wisatawan lokal dan mancanegara. Tiada perbedaan yang harus dipermasalahkan. Dari 32 staf yang bekerja di sana, 80% adalah Muslim. Mereka hidup dalam kerukunan agama yang mengagumkan.
Saat pertama kali dibangun, kelenteng tersebut bernama Bantek-le. Dewi Kwan-Im terletak pada altar utama, beserta 15 arca dewa-dewi lainnya. Terdapat pula tiang batu berukiran naga. Juga relief sejarah yang menggambarkan kejayaan Kesultanan Banten saat masih menjadi kota pelabuhan yang mahsyur.