Majikan botak takut mati, ia bawa kitab suci kemana-mana. Dikubur dalam tanah, susah rasanya bernapas. Tak rela tubuh yang rajin disabunin ini dimangsa cacing. "Jijik belatung hanya cocok untuk bangkai binatang!" demikian ia bilang. Majikan botak rajin ke rumah ibadah, katanya Tuhan ada di sana. Menunjukkan wajah tambun-nya, sembari menitip kode keras kepada malaikat penjaga surga.
Majikan botak memilih masuk surga, katanya tentram dan damai, banyak bidadari pula. Tapi, belum sekarang. "Nanti saja jika saatnya tiba" demikian ia bilang. Majikan botak rajin menyumbang, namanya berada pada daftar teratas. Terpampang besar pada cover bulletin mingguan. Rasanya Tuhan pasti tahu. Sembari berharap duit miliaran bisa ditukar kartu VIP, agar dirinya ditakuti setan penjaga neraka.
Majikan botak benci neraka, setiap saat ia berdoa. Ia benci napas sesak, sebab udara seharusnya gratis. Api bukan untuk menyiksa diri, hanya digunakan untuk memasak atau menyalakan cerutu. Kadang pula untuk bakar lembaran gobangan, jika ingin dipamer kepada hostes karaokean. Majikan botak takut dosa, tidak mau dekat-dekat api, tidak mau jadi arang. "Api laknat!" demikian ia bilang.
Majikan botak senang, melihat api yang membakar diriku. "Daripada pakai chainsaw, ini lebih murah" demikian ia bilang. Majikan botak gembira, melihat asap yang membumbung tinggi, "peduli amat dengan pencemaran udara, ini lebih banyak cuan-nya" demikian ia bilang. Majikan botak bahagia, melihat jilatan api yang tak berhenti-henti. "Ayo habiskan-habiskan! Ha-ha-ha" demikian ia teriak.
Majikan botak berteriak keras, cacing keluar dari matanya. Teriakannya semakin kencang, belatung penuh di mulutnya. "Jijik engkau binatang! bangkaimu pantas diludahi" demikian aku bilang.
Majikan botak memohon ampun, tiket surga harganya lebih mahal dari miliaran. Hanya bisa dibeli dengan nurani. Tangisnya semakin keras, lidahnya menjilat bara api. "Terbakarlah kau di neraka, semoga arwahmu tak akan pernah bisa reinkarnasi!" demikian aku bilang.
Majikan botak tidak bisa lagi senang. Ia sudah mati jatuh dari tangga. Ketimpa karma yang ia buat. Majikan botak tak bisa lagi gembira. Tidak ada lagi udara yang bisa ia hirup, asap sudah menyeruak ke paru-parunya. Majikan botak tak bisa lagi bahagia, ia tak bisa lagi membakar hutan tempat tinggalku seenak udel. Seperti ketika aku belum habis terbakar. Â Â
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI