Pemuda itu masih berusia 20an. Ia tidak suka melihat lagak pemuda di zamannya yang tidak mau pakai penutup kepala bak orang barat.
Sementara kaum kolonial dan intelektual juga tidak suka dengan sarung, blangkon, dan peci. Dianggapnya lebih rendah.
Acaranya akbar. Pertemuan Jong Java di Surabaya. Sedianya banyak perdebatan akan terjadi. Tapi, sang pemuda sudah mulai perdebatan dengan dirinya sendiri.
"Apakah kamu adalah seorang pemimpin?"
"Aku adalah seorang pemimpin."
"Jika demikian, maju dan buktikanlah. Pakai pecimu, masuk ke ruang rapat," ujarnya membatin.
Semua orang ternganga. Melihatnya tanpa bersuara. Ribu perasaan tertumpah. Hingga Sang Putra Fajar berbicara;
"[...]. Kita membutuhkan sebuah simbol. Mewakili kepribadian Indonesia. Peci ini khas dipakai oleh bangsa Melayu. Adalah asli milik rakyat kita... Marilah tegakkan kepala. Pakai peci ini sebagai lambang Indonesia Merdeka. [...]."
Dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Soekarno menuturkan;
"[...], peci ini untuk menunjukkan kesetaraan antara bangsa Indonesia dan Belanda. Antara yang terjajah dan penjajah. [...]."
Jadilah hari itu sebagai hari bersejarah. Soekarno selalu tampil dengan peci hitamnya. Sebelum Indonesia merdeka hingga ia menjadi Presiden.
Hingga hari ini kita harus berterima kasih kepada Soekarno. Peci telah menjadi identitas bangsa. Jamak dipakai di acara-acara resmi.
**
Soekarno memang identik dengan peci hitamnya. Georgw Quinn dalam bukunya, The Learner's Dictionary bahkan mendefenisikan peci dengan gaya Soekarno. Akan tetapi, Soekarno bukanlah yang pertama.
Adalah Dr. Tjipto Mangunkusumo, guru politik Soekarno yang pertama kali mengenakannya di tahun 1913. Pada saat rapat Social Democrastische Arbeiders Partij (SDAP) di Den Haag.
Saat itu, Tjipto Mangunkusumo hadir bersama dua orang tokoh politik Indonesia lainnya. Ki Hajar Dewantara dan Douwes Dekker.
Asal Muasal Peci
Soekarno menyebutkan peci adalah milik bangsa Melayu. Di Indonesia memang disebut peci. Tapi, orang melayu di Asia Tenggara menyebutnya songkok. Sebagian lagi, kopiah. Â
Namun, sebenarnya peci ini pertama kali diperkenalkan oleh pedagang Arab. (The Origin of Songkok or Kopiah, 2007). Orang Arab menggunakan dua jenis penutup kepala. Serban (turban) bagi kaum cendekiawan dan songkok bagi orang biasa.
Di kepulauan Malaya pada abad ke-13, songkok menjadi pemandangan umum. Di bawah pengaruh orang-orang Arab, menjadi tren bagi penduduk Melayu.
Kendati demikian, hal ini masih menjadi perdebatan. Tersebab di negara Arab, jejak peci tak lagi terlihat.
Di beberapa negara Islam, masih ada sesuatu yang mirip songkok. Seperti fez dari Turki dan Rumi Cap (Topi Rumi) di Asia Selatan. Sama seperti di Indonesia, penutup kepala ini sangat identik dengan umat Islam.
Di Indonesia sendiri, peci sudah dikenal Ketika Raja Ternate (1486-1500) belajar Islam di Madrasah Giri, Jawa. Ketika ia Kembali ke Ternate, ia membawa peci sebagai buah tangan.
Konon di zaman itu, nilainya tinggi. Tersebab peci dari Giri dianggap memiliki kekuatan magis dan sangat dihormati. Ia bahkan rela ditukar dengan rempah-rempah berharga tinggi. (Sejarah Nasional Indonesia III).
Sejak saat itu, peci tumbuh di seantero Nusantara. Ia menjadi semacam fesyen dalam acara dan pertemuan sosial.
Selama masa penguasaan Belanda (1800-1940), pemerintah kolonial kemudian berupaya untuk menggantikan kostum tradisional menjadi kebarat-baratan.
Jadilah priayi Jawa mulai mengadopsi busana barat. Tapi, menariknya, blangkon dan peci sulit ditinggalkan.
"Kostum tersebut ditambah dengan penutup kepala batik atau peci, digunakan pada saat wisuda dari sekolah-sekolah Belanda," dikutip dari buku Outward Appearances: Trend, Identitas, Kepentingan.
Setelah Soekarno mencetuskannya sebagai identitas nasional. Sebagai bentuk perlawanan kaum terjajah, peci semakin mendapatkan pengukuhannya.
Sekarang, peci yang dipakai dalam keseharian umat Muslim Indonesia, tidak hanya milik umat Islam saja. Ia juga adalah milik dari seluruh bangsa Indonesia.
Indahnya berbagi. Indahnya Indonesia.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H