Tidak ada hubungan antara Numerologi dan perjalanan wisata. Itulah mengapa tema tulisanku di Kompasiana jarang beririsan dengan tulisan Kompasianer Wisata, Tonny Syahriel.
Tapi, setelah aku menemukan artikel ini, rasanya aku dan Tonny bisa membuat sebuah karya tulis yang indah. Setelah tulisan ini aku terbitkan, aku berjanji untuk menghubunginya. Siapa tahu saja ia pernah berkunjung ke sini dan memiliki koleksi foto pribadi indah dari Solothrun.
Ya, semuanya gegara sebuah tempat di Swiss yang bernama Solothrun. Aku memang belum pernah ke sana. Anggap saja tulisan ini sebagai pemanasan sebelum diriku ke sana suatu waktu nanti. Dan itu pasti! Entah kapan, tapi pasti!
Sobat, tahukah kamu jika angka 11 dalam Numerologi adalah salah satu dari tiga Master Number (Angka Master) yang diakui sebagai angka yang paling intuitif (komunikatif)?
Dua Angka Master lainnya adalah angka 22 (angka yang paling realistis), dan angka 33 (angka yang paling inspiratif).
Angka Master 11 disebut juga dengan Angel Number 11. Numerologi percaya bahwa kemunculan angka ini mengindikasikan adanya pesan dari surga, bahwa kamu tidaklah sendirian. Alias berkah akan datang menghampiri.
Solothrun terletak di sebelah utara Swiss yang diperkirakan didirikan oleh bangsa Romawi, 2000 tahun yang lalu. Uniknya, di kota ini Angel Number 11 tidak hadir dalam bentuk ilusi. Ia mengisi seisi bangunan kota dan mempengaruhi seluruh tradisinya.
Yang lebih mencengangkan lagi, jam 12 tidak berlaku bagi penduduk Solothrun. Mereka hanya mengenal angka 1 hingga angka 11, sehingga waktu hanya berjalan selama 22 jam.
Tentunya ini bukan manipulasi terhadap waktu, atau Solothrun memiliki perbedaan waktu dengan kota lainnya. Hilangnya angka 12 hanya berada pada jam-jam yang terpampang di setiap sudut kota ini saja.
Selain itu, ketika jarum jam menunjuk ke angka 11, maka lonceng pada jam-jam tersebut akan berdentang. Mengapa harus berdentang? Konon karena seluruh penduduk di kota ini menganggap bahwa jam 11 adalah waktu yang paling hoki untuk melakukan aktifitas penting.
Secara kebetulan, pada 1481, Solothrun menjadi wilayah ke-11 dari Konfederasi Swiss. Pada abad ke 16, kota ini dibagi menjadi 11 protekotrat (sejenis kecamatan). Belum lagi pada tahun 1252, saat dewan kota pertama kali terbentuk, jumlah yang terpilih adalah 11 orang.
Warisan abad pertengahan masih terasa kental hingga saat ini. Tradisi yang dipegang mempengaruhi pola pikir para penduduknya. Anak-anak merayakan ulang tahun ke 11 melebihi kemewahan "sweet seventeen." Angka 11 terasa keramat dengan kebiasaan yang dikondisikan.
Confieserie Hofer, sebuah toko roti yang telah berusia 100 tahun lebih, memiliki cokelat batang 11 yang laris manis sejak seabad yang lalu hingga kini. Produsen bir lokal, Moritz Knzle memberi merek produknya "keluargaufi-Bier" atau "Eleven Beer." Bukan hanya itu, mereka juga mengembangkan wiski yang pembuatannya selama 11 tahun.
Arsiteknya bernama Gaetano Matteo Pisoni, seorang arsitek Italia. Menurut cerita yang beredar, sang arsitek ini juga bingung dengan apa yang dikonsepkan oleh pemerintah pada zaman tersebut.
Perintahnya hanya satu, "Perbanyak Angka 11."
Katedral St. Ursus memiliki 11 altar, 11 jam, 11 anak tangga, 11 baris tempat duduk, 11 menara lonceng yang berukuran 6x11 meter, hingga 11 jenis marmer.
Sebuah legenda rakyat mengatakan bahwa saat itu penduduk Solothrun hidup dalam kesusahan. Akhirnya datanglah peri-peri dari gunung Weissenstein (posisinya tidak jauh dari kota). Peri-peri tersebut datang untuk menyampaikan mantra ajaib yang dapat membangkitkan semangat penduduk kota. Sejak saat itu, seluruh warga hidup dalam kemakmuran.
Dalam bahasa Jerman, peri disebut dengan 'elf.' Jadi, pengadopsian angka 11 dalam kota Solothrun berkaitan dengan peri yang memiliki bunyi fonetik yang hampir mirip. Kekuatan angka 11 juga diperkuat dengan kepercayaan agama Kristen setempat yang menempatkan angka 11 sebagai angka yang kudus.
Meskipun penduduk Solothrun bukanlah Numerolog, tapi mereka cukup yakin dengan energi angka 11 yang telah merasuki kota tersebut selama 500 tahun lamanya.
"11 mewakili mimpi untuk mencoba mencapai sesuatu yang lebih baik. Bagi kami, ini melambangkan pengejaran kesempurnaan yang tak berkesudahan. 11 adalah lambang harapan."
Pendapat saya tentang pernyataan Sthlin ini, "Numerologi banget!"
Angka 11 bukan sebuah kebetulan. Menarik untuk melihat bagaimana angka ini bisa memberikan pengaruh yang sedemikian kuatnya terhadap sebuah kebudayaan. Terlalu banyak kebetulan angka 11 di kota ini, dan mungkin akan lebih banyak lagi.
Tak sabar rasanya berkunjung ke sana. Semoga pandemi cepat berlalu, semoga rezeki bukanlah halu, semoga harapan ini tidaklah membeku.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H