Kisah mengenai D-dimer aku dapatkan dari sebaran berita di media sosial. Adalah Dahlan Iskan yang menuliskannya. Mantan Menteri BUMN ini adalah seorang penyintas Covid-19. Dalam tulisannya ia mengaku bahwa tingkat D-dimmer dalam darahnya mencapai angka 2.600.
"Saya bersyukur dokter memasukkan D-dimer ke dalam daftar yang harus dicek." Dahlan berkata.
Dalam tulisan tersebut, Dahlan juga menceritakan mengenai seorang bernama Santoso di Semarang yang meninggal dunia setelah 10 hari dinyatakan negatif Covid-19. Sehari setelah dinyatakan negatif, ia merasa sulit bernapas. Santoso masuk ke ICU dan tidak pernah keluar lagi hingga meninggal dunia tanggal 1 Januari 2021.
"D-dimer Santoso ternyata berada pada level 6.000." Ungkap mantan Menteri BUMN itu.
Pagi ini saya mendengar kabar duka dari seorang sahabat yang meninggal setelah dinyatakan sembuh dari Covid-19. Gejalanya sama, sulit bernapas. Lantas menurut koko saya, "kabarnya darahnya menggumpal."
Saya langsung teringat dengan kisah yang pernah kubaca ini, dan menuliskannya di Kompasiana. Semoga informasi kecil ini dapat membuat kita lebih "aware" dengan kejadian yang mungkin bisa menimpa siapa saja.
Apa itu D-dimer?
Dahlan Iskan memudahkan pemahaman ini dengan menyebut D-dimer sebagi "cendol-cendol darah." Diambil dari sumber (kompas.com), darah memiliki fragmen protein yang berfungsi untuk membentuk pembekuan. Pada saat kita luka, pembekuan darah ini diperlukan untuk menutup dan memulihkan luka, agar tidak terjadi pendarahan lanjutan.
Tapi, dalam beberapa kasus tertentu, termasuk Covid-19, darah pasien mengalami sensitivitas sehingga penggumpalan terjadi di dalam pembuluh darah. Kasus ini disebut dengan hiperkoagulabilitas.
D-dimer adalah indikator penanda potensial pengentalan darah. Semakin tinggi D-dimer, semakin rentan seseorang mengalami penggumpalan darah di dalam tubuhnya.
Apa Bahaya "Cendol-cendol Darah?"
Pembekuan darah merupakan sistem pertahanan tubuh alami terhadap cedera. Tapi, pada saat terjadi kondisi hiperkoagulabilitas, maka aliran darah dan oksigen dapat tersumbat. Kondisi ini bisa menyebabkan keadaan darurat medis parah.
Darah dan oksigen yang tidak sampai ke paru-paru, otak, dan jantung akan menyebabkan organ-organ tersebut kehilangan sebagian atau keseluruhan fungsinya. Resiko terbesar adalah serangan stroke atau serangan jantung. Bisa juga menyebabkan kematian.