Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Kulineran Hoki ala Tionghoa, dari Panjang Umur hingga Enteng Jodoh

11 Februari 2021   14:07 Diperbarui: 11 Februari 2021   21:44 1530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Makan Mie Saat Ulang Tahun (sumber: freepik.com)

Koh Ahong menelpon malam-malam kemarin, "Koh Rudy, ingat besok (3 Februari 2021) adalah Lik-chuen. Jadi, imlek sebenarnya sudah dimulai."

Di China, imlek disebut dengan "Chun-jie" yang jika diartikan bermakna "festival menyambut musim semi." Penanggalannya selalu jatuh pada hari pertama bulan pertama penanggalan imlek (Zheng Yue).

Memang imlek di 2021 ini jatuh pada tanggal 12 Februari 2021, tapi kepercayaan kuno orang Tionghoa mengenal adanya istilah "Lik-chuen" yang merupakan tanggal pergantian shio.

"Lik-chuen" adalah hari pertama menanam di musim semi. Perhitungannya juga menggunakan sistem penanggalan imlek. Biasanya berjarak 3 hingga 10 hari sebelum hari imlek. Dengan demikian, pergantian shio sebenarnya sudah dimulai sebelum imlek itu dirayakan.

Koh Ahong menyiratkan banyak syarat yang harus diingat pada tanggal 3 Februari lalu. Tidak bisa potong rambut, potong kuku, tidak boleh mengeluarkan uang, tidak bisa juga marah atau menyalurkan emosi negatif.

Ilustrasi Kulineran Hoki ala Tionghoa (sumber: thehoneycombers.com)
Ilustrasi Kulineran Hoki ala Tionghoa (sumber: thehoneycombers.com)

"Jika ingin lebih bagus lagi, maka besok banyak-banyaklah makan yang manis, agar hidup lebih manis." Ujar Koh Ahong.

Untuk urusan yang satu ini, tidak masalah bagi diriku. Penulis bukan penderita diabetes. Jelas hal ini adalah syarat yang sangat mudah.

Makanan bagi masyarakat Tionghoa sangat penting maknanya. Banyak pesan filosofis yang terkandung hingga akhirnya berubah menjadi aturan tak tertulis yang disampaikan turun menurun.

Baca juga: Filosofi Rahasia dalam Makanan China, Resep Rahasia Tiada Tara

Pesan dari orangtua adalah hal yang harus dituruti. Bagi masyarakat Tionghoa itu adalah hoki. Bukan hanya mitos, tetapi budaya menghormati leluhur dianggap sebagai penghargaan kepada eksistensi manusia secara luhur.

Masyarakat Tionghoa memiliki banyak kebiasaan dengan kuliner. Tidak harus menjelang imlek saja. Memang sebagian kelihatannya tidak masuk akal. Namun, demi hoki apa pun pantas untuk dijalani. Sepanjang tidak melukai orang lain.

Bagi kalian yang ingin mencoba-coba peruntungan ala orang Tionghoa, penulis akan membocorkan beberapa rahasia terkait aturan kulineran pembawa hoki. Siapa tahu saja hoki muncul esok pagi.

Makan Mie Saat Ulang Tahun

Ilustrasi Makan Mie Saat Ulang Tahun (sumber: freepik.com)
Ilustrasi Makan Mie Saat Ulang Tahun (sumber: freepik.com)
Mie adalah hal yang wajib dimakan pada saat ulang tahun. Bisa mie apa saja, meskipun yang paling umum biasanya adalah Mi-soa. Kenapa? Karena model mie yang panjang, makan mie berarti panjang umur.

Nah, dengan demikian maka makan mie tidak bisa dipotong. Karena hal itu juga berarti memotong umur. Lantas bagaimana jika mienya terlalu panjang? Tidak usah khwatir, cukup digigit. Gitu aja kok repot.

Selain makan mie, jumlah makanan pada pesta ulang tahun juga memiliki artinya tersendiri. Angka yang harus dihindari adalah 4 yang berarti "kematian" dan angka 6 yang berarti "keperihan hidup." Sementara angka yang paling dianjurkan adalah 8 yang berarti "kemakmuran."

Jomlo Wajib Makan Kue Ming-le

Ilustrasi Jomlo Wajib Makan Kue Ming-le (sumber: scmp.com)
Ilustrasi Jomlo Wajib Makan Kue Ming-le (sumber: scmp.com)

Jangan ngiler jika lihat orang kawin, para jomlo punya banyak kesempatan. Orang Tionghoa punya tradisi bagi-bagi kue atau pegangan manis yang dilakukan oleh pengantin untuk para tamu. Tradisi ini bernama Ming-le.

Menurut kepercayaan Tionghoa, kue Ming-le ini sangat ampuh bagi jomlo untuk mendapatkan pasangan dan segera menikah. Entah apakah tradisi ini efektif, tapi yang pasti apa pun yang manis dari pengantin pasti enak untuk ditatap dan disantap.

Menancapkan Sumpit di Atas Nasi

Ilustrasi Menancapkan Sumpit di atas Nasi (sumber: kompas.com)
Ilustrasi Menancapkan Sumpit di atas Nasi (sumber: kompas.com)

Menancapkan sumpit di atas nasi dianggap sebagai hal yang tidak sopan, karena hanya dilakukan untuk mereka yang sudah meninggal. Bagi orang Tionghoa, nasi yang ingin dipersembahkan kepada leluhur dilakukan dengan cara menancapkan dupa di atasnya. Seperti itulah makna menancapkan sumpit di atas nasi.

Selain itu, orang Tionghoa mengartikan angka genap sebagai "Yang" yang melambangkan dunia fana. Angka ganjil melambangkan "Yin" yang berhubungan dengan alam baka.

Prinsip ini juga berlaku bagi jumlah makanan yang tersedia di atas meja, khususnya menjelang perayaan imlek. Sebaliknya, makanan yang dipersembahkan di altar para leluhur, juga tidak boleh berjumlah genap.

Cara Menyantap Ikan yang Hoki

Ilustrasi Cara Menyantap Ikan yang Hoki (sumber: medium.com)
Ilustrasi Cara Menyantap Ikan yang Hoki (sumber: medium.com)

Ikan yang disajikan secara utuh mempunyai dua sisi yang harus dilahap habis. Namun, jangan sesekali membalik ikannya jika satu sisi sudah habis dinikmati. Gunakan alat makan untuk mencabut tulangnya, hingga bagian bawah tetap berada di sana.  

Dalam tradisi Tionghoa, khususnya bagi warga yang tinggal di pesisir pantai, ikan itu disimbolkan sebagai perahu. Membalik ikan sama seperti perahu yang terbalik. Maknanya mengundang sial.

Namun, hal ini juga berlaku menjelang perayaan di malam sebelum tahun baru imlek. Ikan yang disajikan bukan saja tidak boleh dibalik, tetapi hanya boleh dimakan di sisi atasnya saja.

Sisi bawahnya harus disimpan untuk disantap keesokan harinya. Hal ini menandakan bahwa hoki itu adalah surplus pada tahun-tahun mendatang.

Cangkir Teh yang Tidak Boleh Kosong

Ilustrasi Cangkir Teh yang Tidak Boleh Kosong (sumber: teaangle.com)
Ilustrasi Cangkir Teh yang Tidak Boleh Kosong (sumber: teaangle.com)

Teh bagi masyarakat Tionghoa mengandung banyak filosofis. Salah satunya adalah tidak boleh kosong pada saat menjamu tamu. Cangkir teh yang kering dilambangkan sebagai musim paceklik yang kering. Tentu makna buruk ini harus dihindari.

Jika tamu ingin pulang, gelas teh pun tidak bisa dikosongkan. Biarlah itu menjadi urusan rumah tangga tuan rumah.

Selain itu, tamu yang dituangkan teh harus mengetuk jari telunjuk dan jari tengah di atas meja sebagai bentuk rasa syukur dan ucapan terima kasih. Konon kebiasaan ini berasal dari Dinasti Qing, dimana ketika kaisar Qian Long pergi ke kedai untuk menyamar.

Sang kaisar yang tidak mau penyamarannya terbuka, lantas mengambil teh untuk dituangkan kepada para pengawalnya. Nah, untuk tetap tunduk dan patuh kepada kaisar, maka ketukan jari tiga kali di atas meja dianggap mewakili sikap membungkuk di depan kaisar.

**

Masih banyak lagi tradisi masyarakat Tionghoa yang berhubungan dengan "kulineran hoki," termasuk makanan makanan apa saja yang mengandung hoki dan arti masing-masing.

Untuk sementara waktu, bagi Anda yang ingin coba-coba, silahkan dimulai. Tapi ingat, jangan sampai dipaksakan jika tidak sanggup. Tersebab makan kue ming-le bisa berarti enteng jodoh, termasuk bagi kalian yang sudah berjodoh.

Semoga Bermanfaat!

Referensi: 1 2 3 

SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia - versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun